Membedah Batas antara Spiritual dan Ritual dalam Isra’ Mi’raj

Opini
Bagikan:

(Sebuah Kritik terhadap Tulisan Jacob Ereste)
Oleh: Rizal Tanjung

T3lsurus Jakarta Tulisan Jacob Ereste tentang Puncak Pendakian Spiritual Tertinggi Mengacu pada Sidratul Muntaha memuat banyak lapisan makna puitis dan simbolik. Ia menyulam kata-kata seperti anyaman kain halus yang ingin mengangkat Isra’ Mi’raj ke dalam tafsir ruhani yang luhur. Namun, di balik kelembutan bahasanya, ada beberapa titik yang memerlukan penjernihan agar makna peristiwa Isra’ Mi’raj tetap sejalan dengan pemahaman teologis yang kokoh.

Salah satu titik utama yang perlu diluruskan adalah penggunaan istilah “perjalanan spiritual” untuk keseluruhan peristiwa Mi’raj. Dalam pengertian yang tepat menurut para ulama tafsir dan hadis, Isra’ Mi’raj bukanlah semata-mata “perjalanan spiritual” yang bersifat metaforis atau batiniah. Ia adalah peristiwa nyata yang mencakup tubuh dan ruh Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dikuatkan oleh banyak riwayat sahih.

1. Antara Ritual dan Spiritual: Dua Jalur yang Tidak Selalu Sama

Jacob Ereste menggambarkan Mi’raj sebagai puncak spiritual manusia yang “hanya mungkin dicapai dengan kesucian hati”. Pernyataan ini indah dari sisi bahasa, namun bermasalah jika dilihat dari segi terminologi. Mengapa?

Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha (Isra): Di sinilah kita dapat menggunakan istilah perjalanan spiritual dalam arti ruhani yang sarat simbol penyucian niat dan jiwa. Namun, peristiwa ini juga adalah perjalanan fisik yang nyata — Nabi Muhammad SAW benar-benar berpindah secara jasad dan ruh.

Perjalanan dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha (Mi’raj): Inilah titik yang lebih tepat disebut perjalanan ritual dalam arti ia merupakan momen penyerahan perintah ibadah (shalat). Ritual di sini bukan sekadar gerakan formal, tetapi pengikatan perintah langsung dari Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad. Kata “ritual” di sini membawa makna syariat yang konkret, sedangkan “spiritual” lebih kepada sisi batiniah yang tidak selalu memerlukan bentuk fisik tertentu.

BACA  Berkat PPKM, perekonomian masih jalan

Dengan demikian, menyebut seluruh Mi’raj sebagai “perjalanan spiritual” tanpa membedakan tahapannya membuat kita kehilangan pemahaman penting: bahwa Isra’ Mi’raj adalah penggabungan dimensi fisik, ritual, dan spiritual yang tidak terpisahkan.

2. Perpindahan Antara Langit dan Bumi: Simbolik atau Nyata?

Jacob menulis bahwa Mi’raj adalah “perjalanan dari kegelapan menuju cahaya” yang bersifat simbolik. Di sini kita perlu hati-hati.

Simbolik memang bisa dipakai untuk menafsirkan hikmah dan pesan moral dari Mi’raj.

Tetapi secara peristiwa, Mi’raj bukanlah alegori. Ia adalah kejadian faktual yang Nabi alami secara langsung, yang tidak bisa direduksi menjadi sekadar “perjalanan batin” atau “pencerahan pribadi”.

Kesalahan yang sering terjadi adalah mencampuradukkan makna simbolik (hikmah) dengan fakta kejadian (hakikat). Dalam teologi Islam, fakta bahwa Nabi bertemu Jibril, para nabi terdahulu, dan menerima perintah shalat di Sidratul Muntaha adalah kejadian nyata yang memiliki hikmah simbolis, bukan simbol belaka.

3. Sidratul Muntaha: Bukan Puncak Spiritual Biasa

Jacob menyebut Sidratul Muntaha sebagai “pencapaian tertinggi jiwa manusia” dan menyamakan hal itu dengan potensi manusia biasa untuk “mencium aromanya” melalui zikir. Ini adalah bahasa puitis yang indah, namun jika dibaca secara harfiah bisa menimbulkan kesan bahwa manusia dapat “mencapai” tingkatan Sidratul Muntaha. Padahal:

Sidratul Muntaha adalah batas tertinggi yang bahkan malaikat Jibril pun tidak melampaui.

Nabi Muhammad SAW sampai ke sana bukan karena latihan spiritual semata, melainkan karena izin dan kehendak langsung dari Allah sebagai kemuliaan kenabian.

Menyamakan potensi manusia biasa dengan capaian Nabi di Sidratul Muntaha, walau secara metaforis bisa dimengerti, perlu diberi batasan teologis yang jelas.

4. Ritual Shalat: Jantung dari Mi’raj

Salah satu hal yang luput dari penekanan Jacob adalah bahwa puncak Mi’raj adalah penyerahan kewajiban shalat. Shalat bukan hanya buah dari perjalanan itu, tetapi juga inti makna Mi’raj.

BACA  Harapan Besar Sri Eko Sriyanto Galgendu Kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto Dapat Segera Memulihkan Ekonomi Indonesia Yang Terpuruk

Shalat adalah ritual yang bersifat fisik (gerakan, bacaan) dan spiritual (kekhusyukan, keikhlasan).

Dalam konteks ini, Mi’raj seharusnya dipahami bukan hanya sebagai “pendakian spiritual” tetapi juga sebagai “penetapan ritual” yang menjadi pilar agama.

Jika aspek ritual ini tidak diberi tempat yang cukup dalam narasi, pembaca akan terjebak menganggap Mi’raj sebagai pengalaman mistik personal, padahal ia adalah fondasi syariat yang berlaku bagi seluruh umat Islam.

5. Pentingnya Pembedaan Istilah

Kelemahan terbesar dari tulisan Jacob adalah pencampuran istilah “spiritual” dan “ritual” tanpa garis pemisah yang jelas. Dalam konteks Isra’ Mi’raj, pembagian ini penting:

Isra: perjalanan yang sarat simbol pembersihan jiwa (spiritual) namun tetap fisik.

Mi’raj: perjalanan yang memuncak pada penyerahan ibadah wajib (ritual) yang mengikat umat.

Tanpa pembedaan ini, makna Mi’raj akan mengambang di awang-awang simbolisme, kehilangan akar syariatnya.

Menjaga Keseimbangan Antara Bahasa Puitis dan Akurasi Teologis

Tulisan Jacob Ereste indah dari segi diksi, mengandung aroma tasawuf yang kental. Namun, untuk pembahasan peristiwa sebesar Isra’ Mi’raj, kita memerlukan keseimbangan antara keindahan bahasa dan ketepatan makna.

Puitisasi yang berlebihan tanpa pijakan teologis yang kuat berisiko mengubah peristiwa ini menjadi sekadar alegori spiritual, padahal ia adalah kejadian nyata yang menjadi tonggak syariat Islam.

Isra’ Mi’raj adalah jembatan antara langkah kaki yang nyata dan sayap jiwa yang terbang menuju hadirat Ilahi. Ia bukan hanya perjalanan spiritual, dan bukan pula hanya ritual; ia adalah titik temu keduanya, di mana ruh dan tubuh, batin dan syariat, bersatu dalam perintah yang akan menjadi napas umat: shalat lima waktu.

Sumatera Barat,2025

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *