T3lusur Jakarta, 30 Agustus 2025 — Sejak awal pekan, gelombang massa memenuhi jalanan ibu kota. Aksi yang dimulai pada Senin sebagai “Demo Keprihatinan” ini lahir dari keresahan publik atas maraknya ketidakadilan, dugaan korupsi, dan sikap abai sebagian pemimpin terhadap penderitaan rakyat.
Sepanjang lima hari, ribuan orang dari berbagai latar belakang buruh, mahasiswa, masyarakat luas, hingga pengemudi ojek online turun ke jalan. Mereka membawa spanduk, doa, dan seruan moral: agar para pemimpin kembali pada nurani, dan agar bangsa ini disembuhkan dari luka sosial yang kian menganga.
Puncak Ketegangan di Senayan
Ketegangan memuncak pada Kamis malam, 28 Agustus 2025, di kawasan Senayan dan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Saat aparat berupaya membubarkan massa dengan gas air mata, situasi berubah kacau. Di tengah kepanikan, sebuah kendaraan taktis (rantis) Brimob melaju di kerumunan.
Seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (20), yang saat itu tengah melintas usai mengantar pesanan, tertabrak dan terlindas. Rekaman video yang beredar menunjukkan korban berusaha menghindar, namun gagal. Affan sempat dilarikan ke RSCM, namun nyawanya tak tertolong.
Selain Affan, seorang pengemudi ojol lain, Moh Umar Amarudin, mengalami patah kaki dan dirawat di RS Pelni. Dari pihak kepolisian dan demonstran, sejumlah orang dilaporkan mengalami luka akibat bentrokan dan sesak napas karena gas air mata.
Respon dan Tuntutan
Kematian Affan memicu gelombang simpati dan kemarahan. Serikat pekerja transportasi, organisasi masyarakat sipil, dan tokoh agama mengutuk tindakan represif aparat. Tujuh anggota Brimob kini diperiksa Propam Polri terkait insiden ini.
Pihak Gojek menyampaikan duka cita mendalam, sementara aparat berjanji mengusut tuntas dan menindak tegas pelanggaran prosedur.
Nada Doa di Tengah Duka
Di sela teriakan tuntutan, suara doa dari berbagai gereja menggema. Sejumlah pemuka agama menyerukan pertobatan bagi pemimpin yang lalai dan korup, serta mengajak semua pihak termasuk buzzer, politisi, dan rohaniwan untuk kembali pada kebenaran sejati.
“Gereja harus hadir dengan empati. Mari bersatu dalam doa kesatuan dan rekonsiliasi yang menyembuhkan luka bangsa,” ujar Yusuf Mujiono, Ketum Pewarna Indonesia.
Bagi mereka yang mengamati, tragedi ini bukan sekadar berita, melainkan panggilan untuk peduli. Di tengah duka, keyakinan tetap dipegang: Tuhan sayang Indonesia. (ANT)