PGLII Prihatin Atas Ekploitasi Industri Merusak Alam

Liputan
Bagikan:

T3lusur Jakarta Selasa 17-Juni 2025 Pengurus Pusat Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) mendeklarasikan dan seruan kepedulian terkait polemik tambang nikel di pulau-pulau kecil termasuk Raja Ampat yang menjadi perhatian belakangan ini. PGLII di bawah kepemimpinan  Pdt. Dr. Tommy Lengkong, M.Th Ketua umum dan Pdt. Dr. Daniel Ronda sekretaris umum menegaskan bahwa sebagai umat percaya dalam terang Injil Yesus Kristus, mengakui bahwa dunia ini diciptakan oleh Allah Tritunggal: Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dalam kasih-Nya, Allah menciptakan semesta dengan keindahan, keberagaman, dan keterkaitan yang saling menopang, dan menyatakan semuanya “sungguh amat baik”. Manusia diciptakan menurut gambar Allah dan berasal dari debu tanah, menjadi bagian dari ciptaan, sekaligus diberi tanggung jawab untuk memelihara dan mengelola bumi sebagai wakil-Nya.

Namun, dosa telah merusak hubungan manusia dengan Allah, sesama, dan alam. Ketamakan dan ketidakadilan memperparah penderitaan dan kerusakan ciptaan. Meski demikian, Allah setia memelihara ciptaan-Nya, melalui perjanjian dengan Nuh, Abraham, dan umat-Nya, serta melalui hukum Sabat dan Yobel yang menunjukkan kasih Allah bagi manusia dan tanah.

Dalam Kristus, Sang Firman yang menjadi manusia, Allah masuk ke dalam ciptaan dan melalui kematian serta kebangkitan-Nya, mendamaikan segala sesuatu, baik di bumi maupun di surga. Roh Kudus kini memperbarui bumi dan melahirkan Gereja untuk menjadi saksi Injil Kerajaan Allah, Injil yang membawa keselamatan, keadilan, dan pemulihan bagi seluruh ciptaan. Gereja dipanggil untuk hidup selaras dengan kehendak Allah atas bumi dan menjadi saluran kasih-Nya bagi dunia yang terluka. Kami percaya bahwa Kristus akan datang kembali untuk memperbarui segala sesuatu. Dunia ini bukan untuk ditinggalkan, melainkan dipulihkan. Tubuh kebangkitan Kristus menjadi jaminan bahwa ciptaan akan ditebus, bukan dimusnahkan.

Dengan landasan iman ini, kami menyampaikan deklarasi dan seruan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk mengambil tindakan nyata dan berani dalam merawat dan memulihkan ciptaan yang telah rusak. Ciptaan bukanlah sekadar sumber daya ekonomi, melainkan rumah bersama pemberian Tuhan, warisan bagi generasi mendatang, dan tanda kasih Allah yang terus bekerja dalam sejarah.

Keprihatinan atas Eksploitasi Industri yang Merusak Ciptaan

Dengan penuh keprihatinan, kami menyampaikan jeritan bumi dan penderitaan ciptaan Allah yang kini terancam oleh kerakusan manusia. Negeri Indonesia, yang dianugerahi kekayaan alam luar biasa, sedang mengalami kehancuran ekologis yang semakin mengkhawatirkan akibat ekspansi besar-besaran industri ekstraktif, khususnya pertambangan dan perkebunan skala besar yang dilakukan tanpa mempertimbangkan keseimbangan ciptaan, keadilan sosial, dan hak generasi mendatang.

BACA  BP2MI Hadirkan Pelatih Timnas Indonesia dan Aktivis 98 Melepas 439 Pekerja Migran

Salah satu ancaman paling serius datang dari eksploitasi tambang di pulau-pulau kecil Indonesia, wilayah yang memiliki daya dukung terbatas namun sangat penting secara ekologis dan kultural. Berdasarkan catatan lembaga-lembaga lingkungan, setidaknya 35 pulau kecil di Indonesia telah dikuasai oleh kegiatan tambang, dan 195 izin usaha pertambangan (IUP) telah dikeluarkan yang mencaplok pulau-pulau kecil. Ini mencakup daerah-daerah sensitif seperti Pulau Sangihe (Sulawesi Utara), Pulau Gebe (Maluku Utara), Pulau Wawonii (Sulawesi Tenggara), dan kawasan Raja Ampat (Papua Barat Daya).

Secara khusus Raja Ampat, permata ekowisata laut Indonesia dan kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, tidak luput dari ancaman eksploitasi. Keindahan terumbu karang, biota laut, dan laut biru yang bening yang menjadi tujuan penyelam dan pecinta alam dari seluruh dunia telah mulai terancam oleh eksplorasi dan aktivitas pertambangan, seperti penambangan pasir besi dan mineral lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas industri ini telah menyebabkan kerusakan pada terumbu karang, polusi air laut, sedimentasi, dan gangguan terhadap ekosistem mangrove dan padang lamun yang sangat penting bagi reproduksi dan migrasi ikan serta biota laut lainnya.

Situasi ini mencerminkan kegagalan moral dan spiritual dalam mengelola bumi sebagai anugerah Allah. Ketika tanah dan laut yang dikaruniakan untuk kehidupan justru dijadikan objek eksploitasi demi keuntungan jangka pendek, maka kita telah melukai ciptaan sebagai pemberian Sang Pencipta.

Sebagai umat percaya yang hidup dalam terang Injil, kami menyatakan bahwa kerusakan ini adalah bentuk ketidaktaatan terhadap mandat ilahi untuk memelihara bumi (Kejadian 2:15). Oleh karena itu, kami berseru kepada semua pihak untuk bertobat dari kebijakan pembangunan yang merusak, dan segera mengambil tindakan tegas untuk melindungi pulau-pulau kecil, menghentikan eksploitasi tambang yang merusak, dan memulihkan keutuhan ciptaan sebagai bagian dari tanggung jawab bersama.

BACA  Dokter mesti menjadi insan Transformasional budaya hidup sehat Melawan Covid-19"

Ajakan Pertobatan dan Komitmen Umat Kristen terhadap Keutuhan Ciptaan

Dengan rendah hati dan kesadaran akan keterlibatan kita dalam krisis bumi yang sedang terjadi, kami mengundang Gereja Tuhan untuk bertobat, baik secara pribadi maupun institusional atas dosa-dosa yang telah melukai ciptaan Allah. Kami mengakui bahwa kami telah mewarisi dan memperkuat sistem hidup yang didasarkan pada keserakahan, konsumsi berlebih, dan ketidakpedulian terhadap lingkungan dan sesama. Kami telah menyempitkan pemahaman akan Ketuhanan Kristus hanya pada aspek spiritual dan pribadi, dan gagal melihat bahwa Kristus adalah Tuhan atas seluruh ciptaan yaitu langit dan bumi, manusia dan alam semesta.

Karena itu, kami berseru kepada umat Tuhan di Indonesia untuk memulihkan hubungan rohani dengan ciptaan. Krisis ekologi bukan semata masalah teknis atau ekonomi, melainkan krisis spiritual yang bersumber pada penyembahan berhala akan kemajuan dan kekuasaan. Kita dipanggil untuk melihat kembali ciptaan sebagai karya Allah Tritunggal yakni diciptakan oleh Bapa, dipelihara dalam Kristus, dan diperbarui oleh Roh Kudus. Sebagai gambar Allah, kita tidak boleh mengeksploitasi, tetapi memimpin ciptaan dalam kasih, keadilan, dan tanggung jawab.

Kita juga wajib mengubah gaya hidup menjadi kesaksian nyata. Kesaksian Kristen tidak hanya dalam kata-kata, melainkan juga dalam tindakan nyata. Hidup sederhana dan berbagi, melawan budaya konsumtif dan keserakahan material, bijak dalam penggunaan energi dan konsumsi, memilih produk yang etis dan ramah lingkungan. Termasuk hal sederhana seperti mengurangi sampah, daur ulang, dan menciptakan sistem yang berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.

Seruan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk Menyelamatkan Ciptaan

Atas dasar iman kami kepada Allah Sang Pencipta, Penebus, dan Pemelihara seluruh ciptaan, serta keprihatinan mendalam atas kerusakan bumi dan penderitaan rakyat akibat eksploitasi sumber daya alam yang tidak adil dan tidak berkelanjutan, kami sebagai umat Kristiani di Indonesia menyatakan seruan moral dan spiritual kepada Pemerintah Republik Indonesia agar segera mengambil langkah-langkah berikut:

  1. Menolak Eksploitasi Pulau Kecil

Kami menolak segala bentuk eksploitasi industri ekstraktif di pulau-pulau kecil yang secara ekologis tidak mampu menopang aktivitas tambang. Pulau seperti Sangihe, Gebe, Wawonii, dan Raja Ampat harus dilindungi, bukan dieksploitasi. Kami mendesak pencabutan izin tambang yang merusak lingkungan dan mengancam kehidupan masyarakat lokal.

  1. Menyerukan Moratorium Nasional di Wilayah Sensitif
BACA  LP3BH Berikan Dampingan Hukum Terpidana Makar

Kami menyerukan penghentian sementara (moratorium) terhadap penerbitan izin baru di kawasan ekologis sensitif, termasuk hutan primer, hutan adat, gambut, daerah aliran sungai, wilayah pesisir, dan pulau kecil. Kawasan-kawasan ini adalah “perhentian kehidupan” (lifesupport system) yang diciptakan Allah bagi seluruh makhluk.

  1. Mendorong Perlindungan Permanen bagi Kawasan Konservasi

Kami meminta agar wilayah-wilayah konservasi seperti Raja Ampat dijadikan zona perlindungan permanen. Kerusakan yang telah terjadi akibat tambang, sedimentasi, dan infrastruktur berat harus dipulihkan melalui restorasi ekosistem yang menyeluruh dan bertanggung jawab.

  1. Mengakui dan Melindungi Hak Masyarakat Adat

Kami berdiri bersama masyarakat adat dan komunitas lokal yang mempertahankan tanah, laut, dan sumber daya leluhur mereka. Gereja menolak praktik perampasan tanah, kriminalisasi pembela lingkungan, dan segala bentuk intimidasi terhadap mereka yang memperjuangkan ruang hidupnya.

  1. Mendorong Transisi Ekonomi yang Adil dan Berkelanjutan

Kami percaya bahwa masa depan Indonesia harus dibangun di atas prinsip keadilan dan keberlanjutan. Kami mendukung peralihan dari ekonomi ekstraktif menuju ekonomi hijau yang berbasis energi terbarukan, pariwisata ekologis, dan pertanian lestari. Negara wajib menjamin dukungan transisi yang adil bagi masyarakat yang terdampak.

  1. Menuntut Transparansi dan Penegakan Hukum

Kami menuntut keterbukaan informasi publik terkait izin industri ekstraktif dan dampaknya. Pemerintah harus menindak tegas setiap pelanggaran hukum, perusakan lingkungan, dan korupsi yang melibatkan pejabat maupun korporasi.

  1. Menghidupi Etika Iman dalam Kebijakan Lingkungan

Kami meyakini bahwa pemeliharaan ciptaan adalah bagian dari kesaksian iman. Oleh karena itu, kebijakan lingkungan harus dilandaskan pada nilai-nilai moral, spiritual, dan budaya yang luhur. Gereja dan komunitas iman harus dilibatkan secara aktif dalam proses penyusunan arah pembangunan yang adil bagi manusia dan seluruh ciptaan.

Kami percaya bahwa menyelamatkan bumi adalah panggilan moral bangsa yang beradab dan beriman. Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah untuk melakukan lagi tindakan nyata yang berpihak kepada kehidupan dan keutuhan ciptaan. “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma 11:36)

Red

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *