T3lusur Semarang Kondisi kini yang banyak terjadi demontrasi massa yang berlangsung di beberapa tempat termasuk kota Semarang, Jawa Tengah memunculkan keprihatinan tersendiri. Terkait kondisi tersebut Pdt. Dr. Henoch Edi Haryanto Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Pantekosta Indonesia (PGPI) Jawa Tengah dan Pdt. Yosua Wardaya, S.Th. Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Wilayah Jawa Tengah, memberikan menyikapi demo yang marak saat ini.
Ditemui awak media di sebuah acara pertemuan di Semarang, Pdt. Dr. Henoch Edi Haryanto yang menggembalakan jemaat GBT KAO Ngesrep Semarang melihat bahwa demo yang dilakukan oleh masyarakat dalam tatanan negara demokrasi sebenarnya adalah sesuatu yang positif. Karena lanjut Henoch demo tersebut menurutnya bisa menyuarakan aspirasi masyarakat tentang keberatan-keberatan atas situasi-situasi yang ada. Seperti saat menanggapi pernyataan-pernyataan dari anggota dewan yang kurang bijak.
Namun Henoch, demikian sapaan akrab Ketua PGPI Jateng ini tidak setuju dengan tindakan anarkis para pendemo.
“Saya kurang setuju dengan sikap anarkis, membakar, tapi memang bagaimana ya, manusia kan punya emosi, tapi kita harus bijaksana, dalam menyatakan aspirasi jangan sampai kebablasan dan anarkis. Para aparat juga harus memiliki pendekatan yang bersikap humanis karena bagaimana pun para pendemo itu adalah saudara kita juga,” demikian ujarnya.
Sebagaimana diketahui secara luas, demontrasi massa yang dimulai di Gedung DPR RI Senayan Jakarta karena menuntut tunjangan fantastis anggota DPR dibatalkan. Tetapi justru melebar dengan demonstrasi ke daerah-daerah.
Selain tanggapan beberapa anggota DPR yang tidak simpati dengan kondisi masyarakat, ditambah timbulnya korban tewas seorang driver ojek online yang dilindas oleh kendaraan rantis Brimob memicu perluasan demontrasi yang sering disebut demo tersebut.
Kota Semarang pun sebagai kota provinsi di Jawa Tengah tidak luput dari gerakan demontrasi yang sering disebut demo tersebut. Selain di Semarang di kota-kota lain di Jawa Tengah seperti Salatiga, Solo, Magelang, Tegal dan lain-lain terjadi demo.
Dalam unggahan di berbagai media sosial, demo-demo telah merembet ke aksi anarkis di masyarakat. Perusakan dan penjarahan ke beberapa rumah anggota DPR di Jakarta terjadi karena dianggap tidak memiliki empati kepada kondisi masyarakat melalui ucapan-ucapan mereka.
Tanggapan tentang maraknya demo belakangan ini juga disampaikan Pdt. Yosua Wardaya, S.Th. yang menggembalakan sebuah jemaat Gereja Isa Almasih di daerah Lobak Semarang. Di mana Pendeta Yosua mengaku prihatin dengan perkembangan demo saat ini.
“Suatu keprihatinan karena demo bukan lagi menyuarakan aspirasi tetapi sudah aksi anarkis dengan melampiaskan emosi, kekecewaan, ketidakterkendalian pribadi,” jelasnya.
Bagi Wardaya, hal yang berkembang sekarang ini adalah sebuah fenomena yang harus didoakan dan harus dipahami oleh setiap pribadi. Oleh karenanya, sebagai orang yang bertanggung jawab ikut menjaga persekutuan gereja-gereja yang ada di Jawa Tengah ini maka ia menghimbau baik kepada aparat dan parta pendemo supaya bijaksana.
“Kami menghimbau kepada aparat pemerintah supaya bijaksana dalam menangani demonstrasi, jangan terpancing dengan balas dendam dan sebagainya sehingga membuat suasana semakin runyam. Kepada para demonstran, hati-hati dalam menyuarakan aspirasi, jangan sampai justru menimbulkan situasi yang merusak diri. Kepada jemaat Tuhan yang ikut demonstrasi, supaya bisa menahan diri,” tegasnya.
Terkait dengan upaya menahan diri dan menurunkan eskalasi demo khususnya di Jawa Tengah, menurut Henoch, organisasi masyarakat bernafaskan kristiani bersatu dan berdoa.
“Saya berharap organisasi masyarakat tersebut bisa berdoa. Saat awal peristiwa demo, kami sudah sampaikan ke jaringan doa nasional, kita percaya Tuhan selalu ada dalam sejarah,” demikian ujarnya.
Henoch mendorong ormas Kristen untuk tetap menyuarakan kebenaran, tetapi harapnya jangan sampai melukai hati Tuhan karena sikap yang salah terhadap orang lain.
“Terlepas dari aspek politik, pengaruh dari luar, kepentingan ekonomi dan sebagainya, ormas Kristen kita harus betul-betul memiliki suara jangan sampai netral sama saja kita menyetujui penindasan kita harus berani menyuarakan yang positif, kita laksanakan mandat budaya kita harus memberikan pengaruh kepada dunia, lingkungan kita untuk berdampak, tentu lepas dari politik praktis. Sebagai orang Kristen kita harus memberikan warna. Sebagai jemaat Tuhan kita jaga kata-kata kita jangan sampai melukai hati Tuhan dengan sikap kita kepada orang lain,” urai pendeta yang aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan ini.
Selaras dengan pendapat Henoch, Wardaya juga menekankan perlunya ormas-ormas Kristen hendaknya bisa bahu membahu berperan sesuai dengan fungsinya.
“Kita harus menjadi tubuh yang saling melengkapi, bergerak sesuai dengan peran masing-masing,” demikian pungkasnya.
Oleh: Suyito Basuk