T3lusur.com Jakarta Ini kisah ilmiah. Yang hilang karena lelah. Lalu, jadi sampah dan sumpah-serapah. Atas alasan itulah, kita akan belajar kembali via sejarah. Tentang mula Atlantik. Kita menyebutnya Bumi Lemuria.
Tentu, ini adalah bumi suci dilahirkannya pancasila yang jujur dan pusat spiritual dunia, pusat tekhnologi, pusat kesemestaan. Inilah tanah suci Indonesia, di masa kini. Inilah bumi nusantara, di masa tengah. Inilah bumi atlantik, di masa purba. Inilah bumi lemuria, di masa pra-sejarah.
Lemuria artinya “benua tidak tak terkoleksi.” Ini merupakan peradaban pra-sejarah yang muncul sebelum Atlantis, sekitar 75.000 SM-11.000 SM. Ciri penghuninya: intuitif, kreatif dan empatif. Mereka mentradisikan musik, seni, dan etika-moral.
Setelah hilang, hadirlah benua Atlantis sebagai mula peradaban nusantara kuno dan enigmatis. Beredar sekitar, 11.000 SM-4 SM.
Setelah itu, peradaban Nusantara. Dalam arti yang lebih luas, Nusantara meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand Selatan, Kepulauan Andaman dan Nikobar, Brunei, Filipina, Timor Timur, Papua Nugini, Solomon Utara, Kepulauan Selat Torres, serta pulau pulau kecil di samudra Hindia seperti Pulau Natal, Kepulauan Cocos (Keeling), dan pulau Pasir.
Semua terhubung dengan samudra Atlantik dan benua Atala yang menjadi induk peradaban Atlantik yang mistis, spiritualistik, gigantik, tetapi tertelan disaster (bencana alam) dan paregreg (perang saudara) lalu dihabisi kolonialisme.
Setelah datangnya tiga hal itu, kewarasan, keidealan, kepancasilaan jadi terkubur di perut bumi ini dan dilarung di sungai untuk sampai lautan. Semua dilupakan dan dijadikan sampah yang tak layak dikenangkan. Kehadirannya diharamkan. Mereka dimusiumkan tanpa ingatan.
Sungguh, tanpa perjuangan yang gigih untuk memerdekakan diri, mengangkat harkat dan martabat sebagai punggawa tanah leluhur, menyucikan kembali tanah-tanah sorga dan bumi manusia serta rumah kaca tempat mengabdi, kita hanya akan dianggap kotoran oleh kekuasaan oligarki yang kemaki.
Kini, mari kita bangkitkan kembali. Lewat kisah dan sejarah ilmiah plus jati diri. Tentu agar kita tak khianat pada Tuhan, sesama dan semesta alam.(*)
Penulis Yudhie Haryono Rektor Universitas Nusantara