T3lusur.com Jakarta Tanggung jawab moral generasi hari ini terhadap generasi mendatang, tidak cuma harus ditanggung semasa hidup, tetapi sepanjang kehidupan manusia masih terus berlanjut yang didera oleh kebijakan hingga perbuatan yang kita lakukan pada hari ini dan kemarin.
Peraturan Pemerintah (PP) yang ngaco memuat adanya “penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja” dalam PP yang ngaco tentang kelatahan untuk mrngatur masalah Kesehatan ini, sungguh tidak bermoral. Karena langsung menjadi pembenaran terhadap prilaku seks bebas bagi kakangan remaja dan anak usia sekolah.
Model kerja yang salah urus ini — karena memang tak perlu dibuatkan peraturan, sehingga terkesan memberi legalitas terhadap perbuatan amoral, lantaran artinya boleh dilakukan tetapi harus diantisipasi akibatnya. Padahal prilaku seks bebas itu sendiri adalah perbuatan amoral yang bukan hanya tidak boleh dilakukan bagi siapa saja yang tidak memiliki legalitas ikatan perkawinan tanpa kecuali, sebab dampak buruknya terhadap moral akan sangat mengganggu kenyamanan dan keharmonisan orang lain yang harus dan patut dijaga bersama segenap anggota masyarakat dalam arti luas.
Satu Pasal dalam PP No. 28 Tahun 2024 yang culas dijadikan Peraturan Pelaksana UU No. 17 tentang Kesehatan itu justru tidak sehat secara moral yang latah ingin mengatur sistem reproduksi. Dalam pasal 103 yang ingin mengatur mengenai upaya kesehatan sistem reproduksi pada usia sekolah dan remaja, khusus ayat (4) butir e, yaitu penyediaan alat kontrasepsi. Akibatnta, PP yang sudah diteken pada Jum’at pekan lalu itu, (26 Juli 2024) terkesan seperti menegaskan bolehnya hubungan seksual bagi anak-anak pada usia sekolah dan kaum remaja yang belum mempunyai pasangan arau ikatan perkawinan yang sah.
Sehingga kesan dari keberadaan PP yang ngaco itu hendak memfasilitasi anak-anak sekolah dan kaum remaja melakukan hubungan seks meskipun belum menikah. Artinya, hubungan seks sebelum nikah itu boleh dilakukan asalkan tidak hamil serta tidak terkena penyakit kelamin yang bisa mengganggu kesehatan anak-anak sekolah atau kaum remaja yang hendak mekakukan hubungan seks secara bebas.
Belakang, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan ilhwal pelayanan kontrasepsi untuk usia sekolah serta remaja itu bukan untuk semua remaja, melainkan hanya untuk mereka yang sudah menikah dan untuk menunda kehamilan, katanya.
Artinya, keterangan susulan yang disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan ini pun setidaknya mengakui bahwa peraturan tersebut memang tidak dikomunikasikan terlebih dahulu kepada berbagai pihak yang berkepentingan — terutama warga masyarakat yang terlanjur resah dan marah — akibat peraturan yang tidak menimbang dampak sosisl dan moral yang harus ditanggung oleh warga masyarakat pula.
Pernyataan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo yang disasar oleh BKKBN selama ini adalah pasangan suami istri atau mereka yang dirujuk sebagai pasangan subur. Adapun untuk usia sekolah dan remaja, hanya dilakukan edukasi mengebai seks dan kesehatan reproduksi, tidak memberi alat kontrasepsi. Maka itu, harapan untuk duduk bersama dengan pihak Krmenterian Kesehatan serta berbagai pakar dan tokoh agama untuk membuat rumusan aturan teknis secara serius, tidak dilakukan sendiri karena dana dan oembisyaan dari proyek serupa ini mungkin hendak ditelan sendiri. Agaknya, begitu juga anggaran untuk sosialisasi, publikasi dan keterlibatan berbagai pihak yang tidak boleh mengabaikan kepetingan orang banyak.
Banten, 9 Juli 2024