Oleh Jacob Eteste
T3lusur.com Jakarta Peradaban suku bangsa Nusantara yang kemudian bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia — sudah merasakan masa kejayaan, setidaknya semasa Kedatuan Sriwijaya di Sumatra, Majapahit di Jawa Kerajaan Tedore serta Kesultanan Ternate dan Luwuk di Sulawesi.
Sebagai kerajaan Maritim yang kuat dan perkasa, Sriwijaya pernah menjadi pusat penyebaran agama Budha dan pengajaran bahasa Sansekerta pada abad ke-7 hingga abad ke-11 Masehi. Maha guru Biksu Dharmakirti sangat terkenal di dunia, hingga banyak bangsa asing yang datang untuk belajar atau memperdalam ilmu dan pengetahuan bersamanya di Kerajaan Kedatuan Sriwijaya, Sumatera.
Tidak kecuali Biksu I-Tsing dari China yang terkenal sebagai penjelajah serta penterjemah teks agama Budha itu juga berguru di Kedatuan Sriwijaya pada tahun 671-672, ketika Kedatuan sedang berada pada puncak kejayaannya.
Setelah itu, baru I-Tsing melanjutkan perjelajagannya ke Kedah hingga pantai Timur India. Bahkan pada tahun 687 — ketika hendak kembali ke China I-Tsing merasa perlu untuk singgah di Sriwijaya, hingga bermukim selama dua tahun untuk menterjemahkan kitab suci agama Budha dari bahasa Sansrkerta ke dalam bahasa Mandarin. Ini semua membuktikan bahwa peradaban suku bangsa Nusantara ketika itu sudah cukup maju hingga menjadi rujukan bangsa-bangsa di dunia.
Kecuali itu, hasrat kunjungan bangsa asing ke Nusantara bukan sekedar untuk mendapatkan hasil bumi yang melimpah, tetapi juga hasrat ingin belajar dan mendalami ilmu serta pengetahuan suku bangsa Nusantara yang telah mendunia dan berhasil membangun hubungan yang baik dengan bangsa-bangsa lain yang ada.
Kesaksian Biksu I-Tsing yang kagum pada perkembangan dan kemajuan agama Budha di Sumatra menandai keterbukasn suku bangsa Nusantara untuk menyerap ilmu dan pengetahuan dari bangsa-bangsa lain di dunia.
Dati berbagai catatan sejatah, Biksu I-Tsing pun menganjurkan para Biksu dari negerinya yang hendak belajar di Nalanda India, terlebih dahulu menimba ilmu terlebih dahulu di Sriwijaya. Karena pada masa sebelumnya perguruan Tinggi Nalanda sudah sangat populer dan tetkenal di seantero jagat.
Tentu saja di pusat pendidikan Kedatuan Sriwijaya banyak berkumpul Bikhu dari berbagai daerah lainnya yang ada di Nusantara. Catatan I- Tsing, tak kurang dari 1000 Biksu yang mendalami agama Budha dan belajar bahasa Sansekerta. Jadi, kalau bahasa dan aksara dapat dijadikan patokan sebagai peradaban manusia yang tinggi, maka Kedatuan Sriwijaya tiada perlu diragukan sedikitpun. Sebab aksara dan bahasa itu adalah ekspresi dari sebuah peradaban manusia.
Karena itu, aksara dan bahasa Jawa, aksara dan bahasa Bugis dan aksara serta bahasa Lampung maupun suku bangsa Batak adalah bukti otentik dari peradaban yang sangat tinggi itu. Jadi sebagai bukti dari peradaban suku bangsa Nusantara yang kemudian bersatu dalam NKRI, adalah potensi dari corak ragam kekayaan budaya bsngsa Indonesia untuk menjadi pakem dan pelopor dari peradaban dunia yang masih terus mencari bentuk dalam peradaban global yang gamang sekarang ini.
Balaraja, 5 April 2024
Poto Universitas Nalanda (istimewa)