T3lusur.com Manokwari Pemberian Pangkat Bintang Empat Jenderal Kehormatan oleh Presiden Republik Indonesia Ir.Joko Widodo kepada saudara Prabowo Subianto benar-benar merupakan sebuah “tamparan keras” terhadap Citra Negara Hukum dan Demokrasi Indonesia yang sudah diperjuangkan dan diwujudkan melalui keringat, air mata bahkan darah sekalipun pada reformasi 1999 lalu.
Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, merasa sangat sedih dan prihatin melihat “praktek perwayangan” yang dalangnya adalah Saudara Joko Widodo sebagai Kepala Negara. Pemberian Pangkat Jenderal Kehormatan bagi pribadi diri seorang Prabowo Subianto jelas sangat menyakiti hati rakyat Indonesia, apalagi hati keluarga para korban orang hilang 1998.
Akibatnya, salah satu yang menonjol adalah Prabowo Subianto sempat disidang kan di sidang Dewan Kehormatan Perwira (DKP) TNI Angkatan Darat yang diketuai Jenderal TNI Subagyo Hadi Siswoyo kala itu. Dalam keputusan nomor : KEP/03/VIII/1998/DKP, tanggal 21 Agustus 1998. Dimana rekomendasi utama adalah agar Prabowo Subianto dipecat dari dinas kemiliteran nasional. Demikian juga Prabowo Subianto pula diduga terkait erat dengan peristiwa Mapenduma tahun 1996 dimana ada seorang sandera peneliti dari Proyek Ekspedisi Lorentz tewas. Hingga saat ini tidak jelas siala
Siapa yang telah melakukan penembakan dan menewaskan salah satu sandera Ekspedisi Lorentz di Mapenduma tahun 1996 tersebut. Putusan DKP tanggal 21 Agustus 1998 tersebut seharusnya menjadi pertimbangan bagi Negara Republik Indonesia, khususnya Presiden Joko Widodo tentang sosok Prabowo Subianto sebagai salah satu terduga pelaku pelanggaran hak asasi manusia. Sehingga seyogyanya pemberian Pangkat Jenderal Kehormatan sedari awal dipertimbangkan secara lebih arif dan bijaksana.
Penulis Christian Warinussy
Direktur LP3BH Manokwari