PIMPINAN SPIRITUAL NUSANTARA, SRI EKO SRIYANTO GALGENDU, MENJADI INISIATOR LAHIRNYA : GEN S ( GENERASI SPIRIT TO ALL

Opini
Bagikan:

Oleh  : Gus Badawi

T3lusur.com Jakarta Senja yang akan memulai petang, untuk menuju malam. Sampai nantinya Sang Fajar akan menerbitkan cahayaNya.

Doa dan syiar syair ayat- ayat BhuWaNa akan berkumandang. Menggegam jiwa dan hati yang mendambakan perubahan JaMan dan JaGad. Awal bermula kembali, menuju kemuliaan.

Carut marut berbagai generasi, suku, golongan, ras, antar golongan, aliran, keagamaan (Islam saja pecah jadi seputar 50 golongan/kelompok yang berjalan dengan vektor-vektor ego pemimpin & umatnya masing- masing, belum agama-agama lain dan bermacam-macam aliran kebathinan dan penghayat kepercayaan).

Membuat semua kita amat sangat prihatin, hanya “spiritualitas kesejatian berbasis peradaban Esoteris/ Ruh Nusantara & persatuan kebangsaan/ nasionalisme dari suku-suku bangsa Nusantara yang bisa mempersatukan dan mengawal Rumah NKRI kokoh dan berjaya dalam “Indonesia Raya”.

Romo Sri Eko Galgendu – Pemimimpin Spiritual Nusantara mendambakan lahirnya “Generasi S: Spirit To All”, generasi yang mengatasi generasi Z, generasi B, generasi Y dst dan mengatasi problem persatuan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). “Generasi S – Spirit to All – Spiritualitas untuk semua dari masa lalu, kini dan yang akan datang”.

Generasi yang mengambil “kawruh dan pelajaran” dari para nabi dari nabi Adam As, Idris As, Nub As, Ibrahim As, Musa As, Isa As Daud As, (minimal 25), termasuk Buddha, Krisna dll, hingga nabi Muhammad Saw. Secara keseluruhan seluruh bangsa di dunia diutus tidak kurang dari 140.000 nabi dan seputar 300 Rasul.

Di Nusantara jejak-jejak nabi Nuh As, bahkan nabi Idris As pada zaman Atlantis yang dipuji Filusuf Plato sebagai sudah amat maju. Setidaknya sejak zaman Pichecantropus Erectus kita telah mengenal peradaban, semakin maju pada zaman kerajaan Kutai, Taruma Negara, Mataram Kuno, Sriwijaya, Padjadjaran, Kediri, Singosari, Galuh, Majapahit sampai era Pajang – Mataram yang mulai problematik, karena datangnya penjajahan Barat dengan semangat “Ronconguestanya: Gold, Glory, Gospel,”.

Rumah NKRI yang “Salah Arah” Padahal Mengadopsi Sistem Asketik Duniawi yang Pada Pemimpin – Rakyatnya Melekat Fungsi-fungsi Spiritual yang Agung

“Nikmatillah dunia tanpa merusak agamamu & tanpa merugikan akhiratmu”, ini yang jalan benar “sirotol mustaqim/ jalan yang lurus” tanpa merusak.

BACA  Tergerusnya Keyakinan Iman

Bagaimana caranya nabi Muhammad Saw sudah mencapai “sistem pencerahan yang paling sempurna – tinggi Isra’ & Mi’raj” (disederhanakan dalam sholat) dengan akhlak merahmati segenap publik – rakyat – pada nabi Muhammad Saw (ramatan lil alamin), Akhlak-Budi Pekerti (personal – sosial) yang mulia (khuluqin adzim).

Tapi dengan rahmatnya ini beliau turun ke dunia untuk mengajarkan manusia “Sistem Peradaban Sosial” sebagai teladan umat manusia, sebagai nabi Terakhir.

Terutama sistem sosialnya (sosiologi, politik, budaya, administrasi, ekonomi berkeadilan, hukum yang berkedilan dst), terutama ajaran Diversity/ Keragaman Bhinneka Tunggal Ika yang sama dengan Filosofi Haji “Semua Satu, Satu Semua”.

Juga prinsip-prinsip pemerintahan yang good governance (Madinatul Fadhilla, Al Farabi), yang memuaskan semua pihak (dengan fenomena yang plural) di bawah nasionalisme “Madinah” dengan “Konstitusi/ Traktat Kontrak Sosial Madinah berkat Tuhan YME – Allah Swt”.

Sekaligus sebagai bentuk “sistem asketik duniawi/ rasional/ sekuler” dalam penghambaan pribadi total (abid) sebagai abdi Tuhan YME dengan hukum- hukum Ilahi yang indah – koheren – selaras dengan nilai-nilai “sejarah keselamatan kemanusiaan/ history of salvation/ sajarotun salam” sebagai “bisnis yang agung/ gracia commercia/ tijarotan adzim”.

Inilah yang diadopsi oleh “Bung Karno & Founding Fathers” saat mendirikan Rumah NKRI dengan nasionalisme Indonesia dengan spiritualitas kesejatian berbasis peradaban Esoteris/ Ruh Nusantara & nasionalisme Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika dengan Landasan Idealitas Holistik berbasis “persatuan Indonesia dari Sabang Merauke dari Miangas Sampai Rote”, yang meliputi persatuan:

Pertama, agama dan aliran-aliran spirit ‘Islamiyah, Katolikiah, Kristeniyah, Buddhaiyah, Hinduiyah, Kong Hu Cu-iyah dst’ (diniyah).
Kedua, maitrea – cinta kasih welas asih (rahmaniyah).
Ketiga, tanah air – masyarakat – bangsa – negara (wathoniyah).
Keempat, berdasar prinsip-prinsip/ nilai-nilai kemanusiaan (insaniyah).

Dalam formula/ kerangka “Nasionalisme, Agama dan Sosial Demokrat” yang diambil-diinspirasi dari anasir-anasir “Rumah Cokro” (HOS Cokroaminoto) kepada “Rumah NKRI” berikut tokoh-tokohnya:

Pertama, nasionalisme (Bung Karno, Sri Sultan HB IX, Gus Dur dkk).
Kedua, agama (HOS Cokroaminoto, H Samanhudi, SM Kartosuwiryo, H Agus Salim, Hadastussyeh Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan, Romo Mgr Soegija Pranata, Gus Dur dkk).
Ketiga, sosial demokrat (HOS Cokroaminoto ‘Sosialisme Islam’, Bung ‘Karno – Hatta – Syahrir – Tan Malaka’, Bung ‘Muso – Semaun – Alimin – Aidit’, Prof Dr Mubiyarto, Prof Dr Sri Edi Swasono, Gus Dur dkk). Dengan catatan, yang koheren selaras dengan nilai-nilai universal Pancasila ditransendenkan – diperkuat untuk memperkokoh bangunan Rumah NKRI, sementara yang tidak koheren selaras dengan nilai-nilai universal Pancasila kita buang jauh-jauh .

BACA  ALZAYTUN DIKELOLA LAYAKNYA SEBAGAI KONGLOMERASI DALAM BUSINESS

Gonjang ganjing “Bung Karno & Founding Fathers”mempersatukan Nusantara Indonesia dan mencari bentuk/format pemerintahan yang pas” akhirnya Bung Karno mengeluarkan dekrit Juli 1959 “Kembali Ke UUD45 Asli” sampai 1964 “Irian Barat Kembali Ke Pangkuan Ibu Pertiwi dalam Rumah NKRI”. 32 Tahun Orde Baru yang ditumbangkan oleh Reformasi (bukan oleh Basis-basis Kekuatan Demokrasi yang Matang) tapi oleh Amerika yang sudah tak suka dengan Pak Harto.

Jadilah Gerakan Reformasi mati sebelum bertunas/ tumbuh (Prof Dr Amien Rais). Dari 1998 – 2024, 26 Tahun Reformasi (dengan UUD45 Amandemen 2002 yang konon mencabut 97% nilai-nilai asli dari UUD45 Asli, Bung Prihandoyo Kuswanto, dr Zul dkk). Satu diantaranya adalah karena tidak berdasarkan Spiritualitas Kesejatian berdasar Peradaban Esoteris/ Ruh Nusantara dan juga pengubah UUD45 tidak menguasai “Filsafat, terutama dimensi Kenabian/Prolific” yang menjadi sukma UUD45 Asli.

Menjadikan kehidupan “materialis – nekolim neolib – pragmatis oportunis/ munafik – narsis individualis – hedonis dst” yang ekstrim bertentangan dengan “Spirit UUD45 Asli, terutama Preambulnya dan juga Batang Tubuhnya” yang justru ditinggalkan oleh anak- anak bangsa ini tanpa sadar.

ABRI yang dulu berjuang bersama-sama rakyat dengan Sumpah Sapta Marganya beserta elemen-elemen otentik bangsa lain para spiritualis sejati berdasar Peradaban Esoteris/ Ruh Nusantara, ‘Persatuan Raja-raja & Sultan’, Pramuka, Menwa, ‘Purnawirawan & Putra-putri Kopassus’, Putra-Putri TNI – Polri, Pemuda Pancasila, GMNI, kaum Tarekat, ICMI, HMI – PII, Pemuda Kristen, Persatuan Pondok Pesantren dkk ‘maaf yang tak disebutkan satu persatu’ harus mengembalikan UUD45 Asli kepada “Rel Sesungguhnya” pada saat kehidupan sekarang sudah terlalu jauh menyimpang.

Ingat nubuah Gus Dur yang mantan Ketua NU dan Lembaga Demokrasi dengan “9 Ajaran Universalnya”: “Isi NKRI, nilai-nilai universal Pancasila/ UUD45 Asli, pandangan dunia/ ideologi ‘Jujur & Adil’, Bhinneka Tunggal Ika dst, dengan nilai-nilai universal Islam tanpa secara legal formal harus berbentuk negara Islam”. Dan disepakati oleh tokoh-tokoh nasional, regional maupun dunia internasional.

BACA  Benturan Peradaban Semakin Mendesak Diselenggarakan Dialog Peradaban

Ayat-ayat Bumi Dari Khazanah Kebangsaan & Spiritualitas Kesejatian Esoteris / Berdasar Ruh Nusantara

Dengan pandangannya yang bervisi jauh kedepan dari peradaban Nusantara yang diambil dari zaman Atlantis (nabi Idris As), Pichecsntropus Erectus, nabi Nuh As diikuti oleh peradaban-peradaban besar dari Mataram Kuno, Kutai, Ratu Shima, Taruma Negara, Sriwijawa, hingga Padjadjaran, Galuh, Majapahit, Demak dst, membaca “Bahasa Bumi” di depan komunitas “Kamaira” (Gerakan Cinta Kasih yang terdiri dari Katolik, Muslim, Kristen dst) pimpinan Bung Richardo Yohannes Sitanggang, Romo Sri Eko Galgendu membabar “7 Prinsip Generasi S: Spirit to All” yang bila dijabarkan akan meliputi Semesta Pengetahuan Ilahi yang tak terbatas.

1.Jadilah senyummu sebagai pengantar di dalam setiap pertemuan.
2.Tempatkanlah ketegaran jiwa & pemikiranmu sebagai kekuatan dirimu (satu dari Asta Brata yaitu fungsi-fungsi bumi).
3.Pejamlankanlah dirimu sewaktu engkau mengalami/menghadapi permasalahan (Sejenak menutup pandangan (pemikiran/ akal, mata/ mengalihkan ke dalam kepada ‘kerajaan Tuhan YME’, hidung/ meditasi, mulut/diam yang akan membuka hal-hal yang tidak terlihat.
4.Jika kamu yakin itu benar majulah, jika kamu masih ragu-ragu maka tetapkanlah pikiran dan hatimu.
5.Ibumu dan ayahmu adalah contoh dari kehidupan yang harmoni berikan cinta kepada sesamamu seperti cinta orang tua padamu.
6.Jadilah maka jadilah (kun faya kun) berdasar fakta-fakta & bukti-bukti, menjadi Jalan Tuhan YME dan berserah padaNya. Ketika sudah menyatu apa yang tercipta menjadi diri kita sendiri, itu lah diri kita, seturut kehendak-Nya.
7.Dirmu adalah dirimu, berjanjilah dengan dirimu ketika akan menjalankan sesuatu. (Sudah sejak Hermes, Sangkara, Krishna,

Socrates, Plato, Aristoteles ‘Penasehat Alexander The Great’, Ibn Arabi, Sunan Kalijogo, Syekh Suhrawardi, Syekh Abdul Qadir Jailani, Raden Patah, Syekh Yusuf, Ronggowarsito, Bung Karno, Kiageng Suryomentaram, Kihajar Dewantoro, Pakubuwono XII, Gus Dur dkk diktum “Barang siapa mengenal dirinya sungguh-sungguh dia telah mengenal Tuhannya – Man arofa nafsahu faqod arofa robbahu”).

Jakarta 23 January, di awal tahun 2024

Penulis adalah Kerabat Pimpinan Spiritual Nusantara

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *