Oleh Yusuf Mujiono
T3lusur.com Jakarta Desa Bondo kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara, Jawa Tengah letaknya yang tidak jauh dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tanjung Jati, terletak dipinggir pantai utara laut Jawa. Menurut cerita bertutur (lisan) dan tulisan desa Bondo di bangun oleh Laut Guno Wongso yang juga teman dari Kyai Tunggul Wulung salah satu penginjil bumiputera sekitar tahun 1. 480 an, Laut Guno Wongso membuka kampung dengan babad alas yang ketika itu dikenal alas atau hutannya cukup angker.
Keberanian Laut Guno Wongso membabad alas angker, dikarenakan keyakinannya akan Kristus, di mana dalam segala tindakannya dilandaskan dengan doa atau ketika itu disebut mantra Kristen.
Lêmah sangar, aku angkêr, upas racun dadi tåwå, idi Gusti manggih slamêt selaminyå” (tanah dan kayu angkêr serta racun, kiranya hilang kuasanya, dengan izin Tuhan, selamat semuanya). “Dhuh Yesus Sang Ratuning Gêsang” (Wahai Yesus Sang Raja kehidupan)”, “Putranipun Allah ingkang sampun ngawonkên ing pêjah, sawêr Tuwan rêmuk sirah…. (Sang Putra Allah yang telah mengalahkan maut, yang telah meremukkan kepala ular…), Amin” (Sukoco dan Lawrence M. Yoder, 2010:67).
Diceritakan dalam proses membuka desa Bondo, Laut Guno Wongso meninggal kemudian Kyai Tunggul Wulung (KTW) yang sebelumnya juga membuka hutan di Tanjung Jati kemudian yang melanjutkan membuka Bondo sekaligus menjadi guru dan pemimpin Desa Bondo, hingga akhir hayatnya lalu di makamkan di Desa Bondo. .
Pembauran Di Tengah Keniscayaan
Bondo salah satu desa yang ada di Kabupaten Jepara merupakan salah satu karya Laut Guno Wongso dan Kyai Tunggul wulung bersama Pieter Janz dari Doopsgezinde Zendings-Vereniging (DZV) Belanda, sekalipun dikisahkan bahwa hubungan antara KTW dan Pieter Janz agak berbeda pandang, terkait cara penginjilan tetapi kedua duanya berperan atas lahirnya orang-orang Krsten yang memiliki spirit di daerah tersebut.
Tentu dengan apa yang sudah ditorehkan oleh para penginjil terdahulu, tetap harus kita lestarikan eksitensinya. Di tengah kemajemukan, artinya tidak ada lagi daerah inklusif yang hanya di klaim milik agama tertentu.
Seperti Desa Bondo sekalipun awalnya di bangun untuk didiami umat Nasrani, namun dalam kontek ke- Indonesiaan yang berbhineka maka saat ini sudah berbaur di tengah-tengah keperbedaan tersebut. karena, esensi kekristenan sendiri lilin dan garam Di mana lilin yang dinyalakan itu bercahaya sehingga memberi terang, demikian garam, di mana fungsi garam akan tahu kemanfaatannya ketika di masukan di dalam berbagai bahan masakan. Artinya orang kristen harus mampu berdampingan dengan siapapun agar nyala dan asin itu bisa dirasakan.
Di sisi lain sebagai penanda perlu upaya memelihara peninggalan leluhur, maka tugas jemaat atau masyarakat di desa Bondo perlu mempertahankan ciri khas tersebut dengan menerapkan nilai-nilai Kristus dalam pergaulan.
Nilai-nilai ini lalu diejawantahkan dalam perbuatan yaitu kasih dan persaudaraan. Menghidupkan kembali tradisi yang ditinggalkan para penginjil seperti membaca alkitab bagi mereka yang mengimaninya, melantunkan kidung atau nyanyian serta menggeklar tata budaya kekristenan yang berangkat dari budaya atau tradisi Jawa sebagai basis umat di tempat tersebut.
Misalnya dengan menggelar kenduri sebagai ucapan syukur dengan makan bersama sebagai bukti kerukunan dan persaudaraan, ataupun gelaran suatu acara yang menampilkan ciri ciri atau nilai kekristenan, paduan suara ataupun berbagai pentas yang nuansa kekristenan yang memperkuat keberagaman. .
Corak Kekrsitenan yang penuh sukacita, mengasihi sesama dan menjadi berkat itu terus di rawat. Sikap mengandalkan Tuhan dalam kehidupan adalah tanda sebagai penaklakukan kita kepada sang pemilik kehidupan dalam penebusannya.
Terlepas dari semua itu yang utama adalah Kampung atau desa yang banyak didiami orang Kristen harus berdampak bagi lingkungan dalam memberi berkat. Sehingga dengan mengasihi sesama tanpa pandang bulu dengan melakukan perbuatan kasih dan kebaikan.
Penulis adalah pimpinan Majalah GAHARU