T3lusur.com Jakarta Perilaku masyarakat atau umat merupakan gambaran dari siapa pemimpinnnya. Ketika pemimpin hanya sibuk dengan materi dan uang. Tentu umatnya tak jauh dari sikap tersebut. Maka, untuk mengubah perilaku yang kadung materialistic dan hedonis dibutuhkan keteladanan dari pemimpinnya.
Di tengah dunia yang saat ini kita saksikan di mana semua kesuksesan dan keberhasilan orang diukur dari seberapa banyak materi yang dia miliki. Maka, tak mengherankan jika hampir semua orang mengandalkan uang, akibatnya kebanyakan orang akhirnya bersikap pragmatis. Di zaman ini, tentu sikap itu banyak yang membenarkan, ini realita kehidupan, semua orang butuh uang. Makanya tak aneh, ketika ada yang bicara tentang mengandalkan iman justru menjadi bahan tertawaan.
Mereka mengatakan bahwa semua urusan harus memakai uang, maka kalau ada orang yang bicara tentang iman dan keyakinan dianggap hanya mimpi dan itu bisa dilakukan jaman batu. Perilaku mengandalkan uang saat ini sudah menjadi gaya hidup. Maka tak aneh, jika di tengah kehidupan masyarakat bahkan gereja, ada yang mengatakan jangan pernah bermimpi kalau tidak punya uang. Benarkah demikian bahwa semua kehidupan sudah diatur dengan uang.
Kondisi demikian sangat menyulitkan para pemimpin agama baik Kyai, Pendeta dan tokoh-tokoh agama lainnya, di mana dari atas mimbar para pemuka agama acapkali mengatakan agar jangan mengandalkan siapapun termasuk uang di dalamnya, kecuali berharap kepada Tuhan.
Para pemuka agama tentu dalam memberikan saran bukan asal bicara tetapi dengan didasari kitab sucinya, misalnya bagi para pendeta khususnya banyak ayat-ayat yang memberikan landasan bagaimana berharap kepada Tuhan, salah satunya dalam kitab Yeremia 17:7 Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!.
Tinggal sekarang, seberapa kuat para rohaniawan itu memegang prinsip pengajarannya yang berpadanan dengan firmanNya. Bukan hendak menasihati para pendeta, tetapi ada hal yang memang para pendeta harus kembali kepada apa yang menjadi dasar imannya. Dengan demikian apa yang dikatakan di atas mimbar ada kuasa di dalamnya.
Perilaku Menjadi Alasan kuat
Indonesia yang terdiri dari banyak suku kebanyakan masih menganut sistem patrilinealistik, di mana seorang pemimpin masih menjadi panduan dan panutan, sehingga perannya sangat dominan. Hal ini dipengaruhi sistem feodalistik yang merupakan bekas penjajahan Belanda.
Tentu dengan sistem ini peran gembala atau pendeta menjadi central, pendeta atau rohaniawan dituntut berperilaku agar mampu menjadi teladan bagi umat ataupun pengikutnya. Maka, kalau ada pandangan bahwa perilaku umat adalah gambaran dari perilaku panutannya, atau paling tidak lemahnya teladan dari pemimpinnya tentu anggapan itu tak berlebihan.
Seorang pemimpin harus mampu mengimplementasikan antara kata dan perbuatan, pemimpin harus mampu memberikan teladan tentang iman dan pengharapan. Dan teladan itu bisa dilihat dari perilaku mereka para pemuka agama. Pemuka agama atau para rohaniawan harusnya sudah selesai dengan bendawi. Pemimpin agama bagaimana mengarahkan umatnya menemukan hidup yang berserah kepada sang penciptanya.
Rohaniawan mampu berdiri tegak memberikan arah yang jelas kepada umatnya. Pemimpin atau rohaniawan tidak bimbang apalagi masih berpikiri tentang dirinya. Dengan sikap itulah umat akan memiliki keyakinan diri yang kuat akan imannya.
Dengan sikap itulah dunia yang hedonis dan materialistic ini akan bisa diatasi. Ketika umat memiliki keyakinan dan iman serta teladan dari pemimpinnya yang mengandalkan Tuhan melalui imannya. Pasti dunia ini akan berubah, tetapi ketika pemimpin agama justru sibuk mencari dukungan dana dan tak malu ikut berpolitik praktis dengan menjual kependetaannya, inilah yang menjadi umat semakin bergaya hidup yang prakmatis. Harusnya para pemuka agama sadar betul apa yang dikatakan dalam firmanNya, Beginilah firman TUHAN:”Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN.
Tak semudah seperti dalam berkotbah dan berkata-kata di banding bagaimana para rohaniawan yang menjadi panutan umat itu menghidupi dalam setiap kotbah dalam perilaku kesehariannya.
Oleh Yusuf Mujiono
Pemimpin Umum Majalah GAHARU