KITA (TIDAK) MENGKHIANATI HATTA

Opini
Bagikan:

Oleh : Yudhie Haryono

T3lusur Jakarta Zaman berganti. Yang jenius, negarawan dan keikhlasannya kuat makin berkurang. Makin ke sini, kita surplus rentenir tapi minus ekonom. Gelisah. Lalu bertanya, “di manakah pikiran dan gagasan Hatta (sang proklamator) tersisa?”

Inilah artikel kedua untuk program “Kursus Online: Pikiran Jenius Para Pendiri Bangsa.” Program yang dirancang dan direalisasikan dua lembaga: Pusaka Indonesia dan Nusantara Centre. Dengan peserta terseleksi yang nantinya diharap menjadi pasukan nusantara pembangkit Indonesia Jaya.

Bung Hatta jelas pemikir-negarawan dan negarawan-pemikir. Tak ada yang meragukannya. Cakrawala dan produk pemikirannya luas dan dalam. Setidaknya, kita bisa catat lima hal yang monumental. Antara lain yaitu: 1))Merdeka Untuk, 2)Ekonomi Nasional, 3)Budaya Nasional, 4)Koperasi dan BUMN, 5)Tugas Cendekiawan.

Diskursus kemerdekaan ini kunci memahami Hatta. Tetapi, tidak sekedar “merdeka dari.” Kata merdeka berasal dari bahasa Sanskerta maharddhika yang berarti kaya, sejahtera dan kuat, bebas dari segala belenggu (kekangan), aturan, dan kekuasaan dari pihak lain. Tetapi ini baru makna merdeka dari. Sedang merdeka untuk adalah merujuk pada “program nasional yang menghancurkan warisan kolonial; membangun antitesanya; menjaga keberlangsungannya.”

Dus, bagi Hatta, tak cukup merdeka politik, sebab harus merdeka ipoleksosbudhankam (paripurna). Ini penting sebab salah memaknai merdeka yang parsial, warga negara akan jadi pengontrak, lalu tamu dan bisa jadi budak di negaranya sendiri. Hari-hari ini terasa betul bahwa sebagian besar rakyat tinggal di negara merdeka tapi mereka “ngontrak” dan jadi buruh tak terlindungi. Apa solusinya? Hatta menjawab dengan ekonomi nasional.

Program ekonomi nasional sangat jelas ada di pancasila dan konstitusi. Sumbernya sila 1, 2, 3 dan 5. Pasal dalam konstitusi itu di 28 (pekerjaan, kesejahteraan), 31 (pendidikan), 33 (ekonomi nasional), 34 (kemiskinan).

BACA  Kartel Politik Menghancurkan Kedaulatan Negara

Pikiran ketiga adalah budaya nasional. Hatta melihat bahwa ekonomi nasional tak mungkin tumbuh kecuali atas topangan budaya masional. Maka, kebudayaan nasional harus dibentuk dari, oleh dan untuk seluruh peradaban Indonesia yang blended, gotong-royong dan menzaman. Ia merupakan hasil budidaya masyarakat dalam negeri; mengandung unsur kebudayaan lokal; membanggakan dan memberikan identitas nasional; mengandung unsur yang menciptakan jati diri demi cinta negeri dan cita-cita proklamasi.

Praktik budaya nasional yang paling riil itu di Koperasi dan BUMN. Inilah gagasan beliau yang keempat. Hal ini karena keduanya adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Keduanya itu hilir dari demokrasi ekonomi. Semangat tolong-menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi kehidupan kepada sesama berdasarkan prinsip satu untuk semua dan semua untuk satu. Orang tunduk pada gagasan dan prestasi plus moral, bukan pada kapital.

Tentu ini kerja kemuliaan sebab yang dituju sejahtera, cerdas, adil dan perlindungan plus ketertiban bersama. Tidak mudah menjalani hal ini, karena itu bagian dari program semesta dan keabagian. Dari sini, Bung Hatta tuliskan ide yang kelima: tugas cendekiawan.

Sungguh, lahirnya negara baru pastilah diiringi lahirnya cendekiawan baru. Mereka punya tugas mulia: 1)Mentradisikan pancasila; 2)Merealisasikan pendidikan baru yang konstitutif dan nasionalistik, kurikulum ipoleksosbudhankam ala alam Indonesia/sistem sendiri; 3)Menjadikan mereka tulang punggung Indonesia Raya agar jaya; 4)Menciptakan pusat-pusat perkaderan; 5)Melahirkan pasukan yang terus memelihara warisan baik dari masa lalu sambil menciptakan hal-hal baru yang lebih baik agar kita jadi mercusuar dunia.

Semua, kata Hatta harus dikerjakan dengan solidaritas totalitas dan simpati, toleran, tanpa pamrih untuk kepentingan bersama yang dilandasi oleh rasa kesetiakawanan dan kegotongroyongan. Semua harus bahu membahu memperjuangkan kemerdekaan dari, oleh dan untuk, serta bersama seluruh rakyat sehingga pro patria dan primus patrialis (negara, tanah air dan bangsa di atas segalanya).

BACA  Butuh, Seorang Pemimpin Manajerial

Pikiran, gagasan, ucapan, tulisan dan tindakan Hatta meraksasa. Tetapi kini banyak elit-silit mengkhianatinya. Sedang kami sebaliknya, ingin terus mempraktekkan dan mengembangkan. Kapanpun serta di manapun. Dan, program kelas ini adalah salah satu buktinya.(*)

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *