T3lusur Jakarta Acara Halal bi halal Forum Negarawan kali ini, 11 Mei 2023 di kediaman Bunda Miranty Abidin Jl. Manggis No. 9A – 9B Jagakarsa, Jakarta Selatan diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, penuh hikmat, meski mendapat sergahan dari Prof. Sri-Edi Swasono, karena beliau rasakan agak fals.
Hadir diantaranya Irma, Pratama, Sunardjo Sumargono, Sabri Saiman, Nur Rochman Oerip, Dr. J. Marbun, Yusuf Mujiono, Cony dan Marsma TNI (P) Bastari, Dr. Sayuti Asyathri, Joyo Swantoro, Prof. Indria Santi Kertabumi, Dr. Kun, serta kerabat dan sahabat GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia).
Refleksi tentang reformasi 1998 membuat Indonesia jadi tidak baik-baik saja karena dilandasi oleh UUD 2002 yang merubah 97 persen dari UUD 1945 yang asli. Demikian ungkap Prof. Sri-Edi Swasono mengawali acara diskusi Forum Negarawan seusai acara makan siang bersama yang terus berlanjut dengan minum kopi. Kecuali itu, kedaulatan rakyat yang diserahkan kepada Dewan Permusyawaratan Rakyat semestinya mencerminkan Dewan Rakyat. Akibatnya, tatanan negara jadi ambur adul. Karena itu, Prof. Sri-Edi Swasono berharap Forum Negarawan ikut hanyut, meski harus tetap mengikuti arus deras yang terus mengalir, tandasnya.
Setidaknya, Forum Negarawan tidak ikut terpengaruh dengan opini yang dibangun dengan konstruksi yang tidak baik oleh media sosial, imbuh Guru Besar yang kini menyandang gelar Ki, karena menjadi pucuk pimpinan di Perguruan Taman Siswa, yang berpusat di Ngayogyakarta Hadiningrat.
Jadi seorang Presiden itu tidak sepantasnya menyandang sebagai petugas partai. Selayaknya seorang Presiden itu adalah petugas rakyat, imbuh Guru Besar yang vokal ini, sejak masalah korban peristiwa pengkhianatan Partai Komunis Indonesia tahun 1965 itu hendak dimaafkan dan diakui adanya pelanggaran HAM. Sehingga jadi sangat terkesan menyudutkan aparat yang mengamankan peristiwa tahun 1965 yang mengerikan itu.
Sikap Jendral Prabowo Subianto pun — sebagai TNI — sangat disayangkan, karena setelah kalah bertarung dalam Pilpres terus ikut bergabung ke pihak sebelah. Sehingga tega meninggalkan begitu saja kawan-kawannya yang dulu berjuang bersamanya.
Kekalahan kita, kata Prof. Sri-Edi Swasono karena Fraksi ABRI saat diajak untuk mengubah UUD 1945 ABRI menyatakan abstain. Itu sebabnya saya katakan ABRI itu ambivelen, seperti yang saya katakan saat diskusi dalam acara buka puasa bersama Forum Negarawan di Poko dulu, katanya berkisah.
“Karena sejujurnya, saya sangat berharap TNI yang bisa ikut menyelamatkan Negara ini, sebab hanya TNI yang punya senjata. Jadi, kita yang tergabung dalam Forum Negarawan harus memiliki sikap untuk menyelamatkan negeri ini, dan tidak lagi bersikap ambivelen tandasnya seraya memuji pernyataan Pangdam Siliwangi.
Bila perlu, kata Prof. Sri-Edi Swasono TNI bisa menyerukan resolusi jihad seperti yang pernah digaungkan Wahid Hasyim dari Pondok Pesantren, Tebuireng. Hingga kemudian diteruskan oleh Bung Tomo dengan heroik hingga menyulut bangkitnya semangat perlawan rakyat Surabaya yang kemudian dikenang menjadi Hari Pahlawan pada setiap tanggal 10 November.
Aktivis Sabri Saiman menyambung tausiah berikutnya dengan memberikan semacam kesaksian untuk situasi Indonesia hari ini Intinya, dia berharap adanya upaya untuk mengembalikan hak rakyat dan kedaulatan rakyat. Sejalan dengan itu, komitmen rakyat, menurutnya perlu dipertegas agar hak dan kedaulatan rakyat dapat kembali berada ditangan rakyat, kata pemilik buku “Berani Melawan Arus” ini.
Marsekal Bastari menganjurkan untuk kembali kepada UUD 1945 selayaknya bisa melihat hulu dan hilir untuk menandai titik perubahan seperti yang diinginkan, yaitu menuju perubahan yang lebih baik dari yang terjadi pada hari ini. Jadi, untuk kembali kepada UUD 1945 yang asli itu artinya adalah hasrat untuk meraih kembali kedaulatan rakyat. Jadi intinya, kembali kepada UUD 1945 itu, rakyat harus memiliki kembali kedaulatan yang dia miliki itu.
Sedangkan Prof. Sayuti Asyathri — yang didapuk oleh Prof. Yudhie Haryono untuk berbicara lebih lanjut, dianggap cukup kompeten mewakili pihak yang paling menikmati reformasi. Jika saja dapat mengacu pada keberhasilan Vietnam yang bisa dibilang sudah berbahagia rakyatnya, karena Amerika pun bisa yang perkasa itu dapat dikalahkan dan Perang Vietnam. Jadi, Indonesia, semestinya bisa lebih mampu dan unggul membebaskan diri dari dominasi bangsa asing.
Rujukan Ustad Sayuti Asyathri adalah ayat suci Al Qur’an yang menyebut …roiril mardu bi alaihim. Karena artinya, kewaspadaan dari upaya memecah belah bangsa harus dipahami bisa dilakukan dari luar maupun dari dalam juga, seperti yang terjadi di Indonesia sekarang.
Oleh sebab itu, Forum Negarawan harus bisa menemukan metode atau cara untuk mempersatukan — seperti ruh dari sila Persatuan Indonesia dalam Pancasila. Artinya, kita pun — dari Forum Negarawan — perlu mengkaji ideologi juga, kata Sayuti Asyathri.
Memang imbuh Prof Sri-Edi Swasono bahwa rahasia tentang cinta terhadap ibu Pertiwi — atau nasionalisme itu — merupakan kunci kemenangan seperti yang dilakukan China, pada jaman kejayaan mereka dahulu.
Akibatnya, kata Prof. Sri-Edi sesudah 78 tahun kemerdekaan bangsa diproklamirkan, realitasnya bangsa Indonesia belum juga merdeka. Maka itu, bangsa Indonesia harus terus belajar merdeka, bukan merdeka belajar seperti yang mulai banyak dilakukan anak-anak kita sekarang. Karena mereka hanya mau belajar yang mudah-mudah saja. Cepat lulus, dapat ijazah lalu bisa mendapatkan pekerjaan apa saja, asal bisa bekerja.
Menurut Sri Eko Sriyanto Galgendu, kemenangan bangsa Nusantara pada masa lalu itu karena energi spiritual bangsa yang luar biasa hebatnya. Tetapi, bangsa yang meninggalkan jamannya, maka bangsa itu akan kalah oleh jamannya sendiri. Artinya, bangsa Nusantara pernah mengalami masa kejayaan pada abad 7 hingga abad 14. Seperti yang pernah dicapai Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. Setidaknya sebuah perguruan semacam Universitas Nalendra, menandai peradaban besar yang pernah dicapai bangsa Nusantara. Sehingga para pemburu ilmu berdatangan dari berbagai negara yang ada di dunia untuk belajar di Nalendra yang ada di Sriwijaya.
Jadi untuk menjadi bangsa yang menang, kita tidak boleh cuma belajar dari reformasi 1998, tapi harus melihat sejarah masa lalu saat berjayanya bangsa Nusantara pada abad 7 hingga abad 14.
Sejarah suku bangsa Nusantara tidak cukup dilihat sejak Indonesia merdeka (17 Agustus 1945) atau saat dicetuskannya Kabangkitan Nasional pada tahun 1928, tetapi harus dilihat dan dipelajari sejak abad berjayanya bangsa Nusantara yang kini disatukan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prof. Indria Santi Kertabumi, mengusulkan perlunya solusi kongret untuk bangsa dan negara Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja hari ini. Karena itu, sikap dari kebangsaan perlu dibangkitkan kembali agar secara bersama bisa menyelamatkan negeri ini.
Dr. Kun yang hadir terlambat sempat menyodok dengan meyakinkan bagi Indonesia dapat berjaya pada tahun 2029 asalkan semua gerakan dapat dilakukan dengan berbasis kuantum. Karena semua obyek yang kita respon dengan baik, akan memberikan vibrasi yang tersentuh oleh kuantum itu dapat memberikan respon seperti apa yang diinginkan. Sedangkan Romo Sunardjo melihat dalam keriuhan politik ada kuanta, sebab diantara subyek ada ruang kosong itu.
Masalah kuantum, menurut Romo Sunardjo yang dikembangkan para Yahudi adalah kuantum finace. Dalam filsafat leluhur kita, ada pemahaman isi, lalu kosong, tapi tetap ada isi. Meski isinya dalam wujud yang lain. Jadi sama dengan hukum diciptakan untuk menghukum, padahal hukum dibuat — idealnya — untuk keadilan. Sedangkan
Irma Suryani Harahap mengungkap Ikhwal neorosain — semacam upaya untuk mengendalikan cara kerja otak. Maka itu, ilmu tentang otak menjadi erat kaitannya dengan leadership bagi diri manusia.
Begitulah ragam macamnya topik diskusi dalam acara halal bi halal Forum Negarawan. Namun yang tidak kalah penting adalah konsep yang akan ditawarkan kepada semua kandidat calon Presiden yang hendak bertarung pada Pilpres tahun 2024, yaitu prasyarat bagi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden serta Calon Kepala Daerah hingga Calon Legislatif yang ideal bagi Forum Negarawan adalah mereka yang mampu dan mau manandatangani semacam kontrak politik untuk rakyat yang tidak akan diselewengkan ketika berkuasa.
Fakta integritas atau semacam profertest seperti yang ideal dimaksud Marsekal Bastari yang diperkuat oleh Nur Rachman Oerip akan segera direalase secara terbuka kepada publik untuk menjadi semacamsemacam pedoman acuan guna menentukan pejabat eksekutif, legislatif maupun yudikatif yang pantas untuk dipilih dan mendapat didukung masyarakat yang mampu menjaga keberlangsungan hidup bangsa dan negara yang sehat dalam arti luas.
Fakta integritas ini nanti, akan menjadi pegangan segenap masyarakat pemilih untuk meminta pertanggungjawaban dari mereka yang telah menanda tangani. Begitu pula untuk mereka yang tidak bersedia untuk menanda tanganinya, akan mendapat sanksi moral yang setimpal.
Diskusi yang dipandu Prof. Yudhie Haryono hingga menjelang petang ini berhasil menyepakati kreteria ideal calon pemimpin rakyat dari semua bidang dan di semua tingkatan — mulai dari daerah hingga tingkat pusat — harus memenuhi kreteria ideal yang telah disepakati untuk disosialisasikan paling lambat dalam pertemuan Forum Negarawan pada 11 Juni 2023, sambil membahas model Pemilu yang beradab dan bermartabat, seperti usulan yang dititipkan mantan Duta Besar, Nur Rochman Oerip dan Marsema Bastari (P). Jacob Ereste :
Jagakarsa, 11 Mei 2023