AMANDEMEN UUD 1945 UNTUK KEMAJUAN INDONESIA

Liputan
Bagikan:

Jakarta-t3lusur.com Antonius Benny Susetyo, pakar komunikasi politik, menyampaikan opininya terkait isu amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Menurut Benny, sapaan akrabnya, amandemen UUD 1945 sebaiknya hanya untuk memberikan kewenangan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) demi memetakan pembangunan untuk kemajuan Indonesia.

Hal ini dia ungkapkan dalam video di Kanal Youtube Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) Media, dengan judul ‘AMANDEMEN DAN FATAMORGANA KEKUASAAN’ dalam segmen ‘JANGAN JULID BOSQUE BERSAMA OM BEN’ yang diunggah pada tanggal 8 April 2022.

Dalam video tersebut, Benny mengungkapkan tujuan awal Amandemen UUD 1945 digagas.

“Amandemen UUD 1945 digagas untuk memberikan kewenangan kepada MPR menetapkan GBHN sehingga pembangunan bisa berjalan terus menerus; itulah sebenarnya yang dikejar,” katanya.

Namun, Benny membenarkan adanya kecurigaan publik terhadap usaha amandemen ini dan kaitannya dengan masa jabatan Presiden Republik Indonesia (RI) menjadi tiga periode.

“Kenyataannya, terdapat motif tersembunyi dan membuat publik menjadi kuatir jika penetapan amandemen ini bukan hanya menetapkan GBHN, tetapi juga membuat keputusan blunder masa perpanjangan pemerintahan Presiden RI. Ini membuat situasi menjadi tidak menyenangkan,” tuturnya.

Menurutnya, keadaan tidak nyaman ini merupakan hal yang lumrah.

“Ini karena partai politik pasti punya kepentingan, keinginan, dan kebutuhan masing-masing. Mereka punya udang di balik batu, dan inilah pencipta situasi kecurigaan tersebut.”

Oleh karena itu, Benny menyatakan, PDIP sudah menyatakan bahwa tidak akan mendukung Amandemen UUD 1945 saat ini. Menurutnya, PDIP sudah melihat hasil survei yang menyatakan publik tidak menerima karena kecurigaan ini.

“PDIP sebagai partai berhaluan nasionalis tidak ingin amandemen menjadi liar. Diperlukan momentum yang pas dimana tidak ada kecurigaan atas kepentingan tersembunyi,” jelasnya.

BACA  Prof. Dr Yasona Laoli Membuka dan Sampaikan Orasi Ilmiah Dalam Sidang Senat Terbuka Wisuda Mahasiswa STT IKAT Tahun Jakarta

Mengenai pro dan kontra terhadap isu amandemen, Benny menganggap ini hal yang lumrah.

“Itu bagian dari praktek berdemokrasi: bagaimana ruang publik berdialog. Dialog pro dan kontra itu hal wajar, tetapi keputusan tertinggi tetap di tangan rakyat; kepentingan agenda amandemen itu harus kepada kepentingan rakyat,” ujarnya.

Benny menyatakan bahwa Indonesia sesungguhnya membutuhkan GBHN untuk memetakan pembangunan.

“Pas tahun 2024, saat presiden baru, kita harus punya GBHN, sehingga pembangunan terjadi dalam jangka panjang, tepat sasaran; tidak diwarnai ego sektoral, para bupati dan gubernur tidak lagi memiliki agenda masing-masing, tetapi semua bersatu untuk mencapai kesejahteraan umum. Itu mengikuti Pembukaan UUD 1945,” Benny menjelaskan.

Pada bagian penutup, Benny mengharapkan wacana amandemen tidak membuat masyarakat reaktif, tetapi dapat dipikirkan dan diperdalam.

“Para ahli konstitusi dapat melihat kembali, biar amandemen hanya untuk MPR kembali menetapkan GBHN. Hal ini juga membutuhkan kepastian dari para elit politik. Jika hal ini tidak terjadi, maka sebaiknya menunggu presiden baru,” tutupnya.(HMS)

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published.