Jakarta t3lusur.com Ikatan Dokter Indonesia yang disingkat IDI adalah organisasi profesi kedokteran di Indonesia. IDI bertugas sebagai organisasi yang menaungi para dokter di seluruh Indonesia. Organisasi ini berafiliasi dengan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI. Adapun kewajiban umum bagi anggota IDI diantaranya adalah : (Pasal 2) Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi. (Pasal 3) Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. (Pasal 6) Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Kewajinan dokter terhadap diri sendiri (Pasal 21) menyatakan bahwa Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/ Kesehatan. Seperti yang dilakukan dan ditekuni oleh Letnan Jenderal TNI Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad sebagai dokter yang pernah menjabat Menteri Kesehatan Republik Indonesia antara 23 Oktober 2019 dan 23 Desember 2020.
Lalu apa yang salah dari Terawan Agus Putranto, sehingga IDI memecatknya sebagai anggota. Padahal idealnya. IDI sebagai organisasi profesi harus dan wajib melindungi setiap anggota yang ada di dalamnya, bukan justru menghambat atau menghukum setiap anggota yang giat dan aktif melakukan pengembangan – inovasi – dalam upaya memperluas wawasan dan jangkauan pengabdian bagi masyarakat ?
Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Beni Satria akhirnya buka suara soal pemberhentian dokter Terawan Agus Putranto, Kamis (31/3/2022). Seperti diketahui rekomendasi pemberhentian secara permanen keanggotaan mantan Menteri Kesehatan,Terawan Agus Putranto sebagai anggota IDI dikeluarkan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) pada Muktamar ke-XXXI IDI di Kota Banda Aceh, 21-25 Maret 2022. (Beritasatu.Com, Kamis, 31 Maret 2022)
Beni Satria menyebutkan bahwa, muktamar yang telah melahirkan berbagai rekomendasi dikenal dengan IDI reborn, utamanya untuk melakukan peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan juga profesi kedokteran, karena IDI merupakan mitra strategis pemerintah dan integritas stakeholders kesehatan dan pemberhentian tetap dokter Terawan Agus Putranto sebagai anggota IDI. Lantas seperti apa logika Muktamar ke-XXXI IDI hingga membuat keputusan dan menetapkan hasil rapat bidang khusus Majelis Kehormatan Etik Kedokteran untuk memberhentian secara tetap Terawan Agus Putranto sebagai anggota IDI.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr Moh Adib Khumaidi dan sejumlah pengurus PB IDI hadir dalam konferensi pers untuk mengungkapkan Keputusan Muktamar ke-XXXI IDI yang memberikan kepada Pengurus Besar (PB) IDI waktu selambat-lambatnya 28 hari kerja untuk melaksanakan keputusan tersebut. PB IDI yang terdiri dari unsur pimpinan pusat yang berfungsi menjalankan eksekutif organisasi berkewajiban untuk menjalankan keputusan muktamar tersebut.
Meski seluruh dokter Indonesia terikat dan tunduk pada sumpah dan norma etik sebagai keluhuran profesi kedokteran, pembinaan dan penegakan norma dalam profesi kedokteran menjadi tanggung jawab Ikatan Dokter Indonesia guna menjamin perlindungan hak-hak dokter. Karenanya, menjadi semakin sulit untuk menemukan celah melakukan pemecatan terhadap Terawan Agus Putranto yang kemudian membuat gaduh masyarakat semakin meluas dan mempermalukan IDI yang justru semakin terkesan tidak profesional dalam mengelola organisasi pekerja profesi itu. Karena idealnya organisasi profesi itu wajib dan harus melindungi dan memberi dukungan pada segenap anggota untuk maju tidak hanya dalam bidang keilmuan atau profesinya semata, tetapi untuk segenap inovasi maupun kreasi yang dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas.
Pengakuan dan kesaksian Aburizal Bakrie hingga merasa perlu ikut angkat bicara dan memberikan keaksian terkait dengan pemecatan semena-menaterhadap dokter Terawan Agus Putranto, SpRad (K) sebagai anggota IDI, jelas menunjukkan kekonyolan organisasi profesi dekter yang memalukan. (Liputan6.com). Menurut Abu Rizal Bakrie, dirinya adalah salah satu dari banyak orang yang pernah merasakan manfaat terapi yang dilakukan dokter Terawan Agus Putranto. “Metode “cuci otak”nya dipermasalahkan, padahal dengan itu dia telah menolong, baik mencegah maupun mengobati puluhan ribu orang penderita stroke,” tulis ARB di akun Instagramnnya @aburizalbakrie.id.
Bahkan Abu Rizal Bakrie meyakinkan ada banyak orang yang pernah merasakan pengobatan yang dilakukan dokter Terawan. Dia juga menyebut beberapa tokoh penting republik ini pernah mendapat pengobatan dari Terawan. “Saya sendiri termasuk yang merasakan manfaatnya, juga Pak Tri Sutrisno, SBY, AM Hendropriyono, dan banyak tokoh/pejabat, juga masyarakat luas. Mudah menemukan testimoni orang yang tertolong oleh dr Terawan,” tulis pria yang pernah menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet Indonesia Bersatu dulu.
Lantas birahi seperti apa yang membuat organisasi profesi seperti IDI ini menjadi kalaf menggagahi anggota keluarganya sendiri ? Sehingga terkesan tak lagi memiliki akal sehat sebagai kaum intektual yang sepantasnya mengedapankan pemikiran yang waras, karena seharusnya bangga dengan semua temuan maupun reputasi dokter Terawan Agus Putranto yang patut dibanggakan oleh organisasi profesi tempatnya bernaung !
Lantaran itu, tak berlebih bila kemudian muncul banyak dugaan yang dilatar belakangi oleh keirian-hati dan kedengkian profesi yang cupet. Kecaman keras serupa diungkapkan secara terbuka oleh Sekretaris Jendral Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K.SBSI), Hendrik Hutagalung SH. M.Hum terkait dengan gangguan dan hambatan yang akan dialami dokter Terawan Agus Putranto dalam bidang profesi pekerjaannya sebagai dokter. Kecaman yang disampaikan K.SBSI ini diiringi dengan kesediaan dan kesanggupan LBH K.SBSI untuk memberi pendampingan, pembelaan bile hendak memperkarakan lebih jauh perlakuan zalim terghadap dokter Terawan Agus Putranto, baik secara perdata maupun pidana bila memang diperlukan, tandas Hendri Hutagalung, Kamis, 31 Maret 2022 saat bersua di Sekretariat organisasi kaum buruh yang cukup fenomenal semasa rezim refresif Orde Baru.
Senada dengan apa yang diungkapkan Abu Rizal Bakrie, “Inilah mengapa saya perlu ikut membela dia. Orang yang dengki terhadap keberhasilan orang lain, adalah orang yang tak pandai mensyukuri, bahwa Allah telah memberikan kelebihan pada siapapun yang dikehendakinya,” tandas Abu Rizal seperti yang juga disampaikan Hendri Hutagalung. Adapun harapan kepada KASAD yang juga memiliki otoritas untuk menaungi profesi Terawan Agus Putranto sebagai dokter TNI-AD dapatlah segera melakukan pemulihan perlakuan yang sangat potensial berindikasi mencemarkan nama baik Letnan Jenderal TNI Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad.
Saat membuka acara Muktamar XXXI IDI secara virtual di Banda Aceh Convention Hall, 23 Maret 2022, Presiden Joko Widodo pun telah berpesan agar para dokter Indonesia harus adaptif terhadap teknologi terbaru, termasuk perkembangan dalam sistem pengembangan layanan kesehatan untuk mewujudkan pelayanan yang prima dan baik secara merata khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal). Demikian juga harapan Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang menyadari peran Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sangat strategis dalam menentukan arah kebijakan dalam bidang kesehatan. (IDIOnline, 30 March 2022)
Oleh sebab itu. Presiden Joko Widodo pun berharap melalui Muktamar ke-31, IDI dapat melahirkan inovasi baru dalam dunia kesehatan Indonesia. Sehingga bisa sejajar dan berdaya saing dengan negara lain. Lantas dimana yang salah dari upaya Terawan Agus Putranto yang dijadikan alasan pihak IDI maupun Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) memecatnya dengan semena-mena ?
Padadal, jargon dari organisasi profesi ingin menjadi wadah untuk memproduksi gagasan dengan gerakan nyata agar dapat berkontribusi dalam upaya mencurahkan ide dan gagasan, harus nyata bukan sekedar omong kosong. Apalagi dari Muktamar IDI telah disepakati untuk meningkatkan peran dari para dokter agar dapat lebih baik. Karena memang banyak masalah yang harus dihadapi, seperti pandemi Covid-19 yang belum rampung berikut varian baru serta beragam tuntutan dari perkembangan teknologi 4.0 dan teknologi pengobatan di Indonesia yang relative masih jauh tertinggal dibanding dengan negara lain.
Hingga alhirnya, banyak pihak ikut sibuk dan latah berkomentar akibat ulah IDI yang justru tidak professional dalam mengelola potensi anggotanya. Setidaknya, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy berharap IDI bisa menegakkan disiplin bagi anggota dan tetap memberikan peluang inovasi dan terobosan yang digagas dan diinisiasi oleh anggotanya. (CNN Indonesia, Jumat, 01 Apr 2022). Menko PMK juga menilai rekomendasi pemberhentian mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) agak berlebihan.
“Pak Menkes sudah berbicara dengan saya mengenai langkah yang akan dilakukan. Nanti akan kita tindak lanjuti,” ujar Muhadjir dalam keterangan resminya yang diterbitkan Kemenko PMK Kamis (31/3). Idealnya memang, tidak lanjut setingkat Menteri ini dapat menertibkan organisasi profesi yang justru dominan menghambat kerja profesi anggotanya, karena organisasi profesi mendapat legalitas dan otoritas dari pemerintah untuk menentukan hidup dan mati para anggotanya. Lantas perseteruan yang sudah sering muncul seperti pada organisasi wartawan atau para jurnalis di Indonesia, pun terkesan harus menghamba pada organisasi profesi.
Kegaduhan atas kedunguan hingga munculnya kasus dokter Terawan Agus Putranto yang dipecat secara semena-mena oleh organisasi profesinya tempatnya bernaung ini bisa menjadi cermin berkaca diri bagi organisasi profesi lain yang ada di Indomesia. Sebab idealnya organisasi profesi apapun nama dan bentuknya yang ada di negeri ini harus dan wajib memberikan perlindungan, dukungan, arahan, serta bantuan untuk mengembangkan profesi kerja setiap anggotanya secara baik dalam keilmuan maupun keahlian serta segenap potensi yang dimiliki oleh para anggota.
Lha, kalua organisasi profesi justru melakukan peran yang sebaliknya – mengkerdilkan cara kerja maupun hasrat para anggota untuk mengembangkan segenap potensi diri dan bidang pekerjaannya– toh, lebih baik menggelandang secara bebas. Bukankah resiko berikut segenap konsekuensi dari apa yang dilakukan – pada akhirnya harus ditanggung sendiri oleh para anggota. Kasus serupa ini banyak dialami kawan-kawan yang bekerja pada beragam jenis media – cetak, audiotape dan audiovisual serta media online – semua nyarus sama masalahnya semacam ungkapan setali tiga uang dengan profesi kawan-kawan dokter maupun advokad.
Bahkan, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengungkapkan keinginannya agar UU Kedokteran dan UU Praktik Kedokteran direvisi akibat polemik pemecatan mantan Menkes Terawan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Yasonna Laoly menilai, dua UU tersebut perlu disatukan dan dikaji ulang. Dia juga mengatakan, izin praktik kedokteran mestinya menjadi kewenangan pemerintah, bukan organisasi profesi seperti IDI.
Sorotan utama Yasonna adalah persepsi yang berkembang di tengah masyarakat bahwa kualitas rumah sakit dalam negeri lebih rendah dari kualitas rumah sakit luar negeri. Misalnya, kata Yasonna, banyak masyarakat Indonesia yang lebih memilih berobat di Singapura atau Malaysia ketimbang berobat di dalam negeri. (CNN Indonesia, Kamis, 31 Mar 2022). Akibatnya, kata dia, Indonesia kehilangan devisa hingga triliunan rupiah karena masyarakat lebih memilih berobat di luar negeri.
Atas dasar itu, wajar saja bila dampak dari kekisruhan yang mendera Terawan Agus Putranto ini menimbulkan reaksi dari anggota IDI yang hendak ‘bedol deso’ alias pindah ke organisasi profesi dokter yang lain, bila tidak bisa disebut semacam organisasi tandingan. Fenomena ini sesungguhnya telah muncul sejak lama ketika kawan-kawan dokter ramai merasa dipojokkan oleh berbagai pihak – yang menganggap enggan melakukan pelayanan terhadap pasien yang menjadi tanggungan BPJS Kesehatan sejak beberapa tahun silam. Masalahnya, dana talangan dari pemerintah yang selalu macet itu – membuat pihak rumah sakit memberlakukan kebijakan untuk mengurangi atau bahkan menghentikan sama sekali pelayanan terhadap pasien yang ditanggung BPJS Kesehatan – karena pihak rumah sakit sudah tidak lagi sanggup menalangi dana yang tidak kecil jumlahnya itu. Dan untuk kasus ini pun, menurut rekan-rekan dokter, pihak IDI seperti tak pernah ambil perduli.
Jadi, “Posisi IDI Harus dievaluasi! Kita harus membuat undang-undang yang menegaskan izin praktek dokter adalah domain Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan,” cetus Yasonna, dikutip dari akun Instagram resminya, Rabu (30/3). Jadi bisa segera dibayang, seperti kata Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Putu Moda Arsana bahwa pemecatan dari keanggotaan IDI akan membuat seorang dokter kehilangan kesempatan memperpanjang Surat Izin Praktik (SIP).
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengimbau semua pihak agar persoalan rekomendasi pemberhentian dokter Terawan Agus Putranto dari keanggotan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak perlu menjadi perdebatan panjang. Jadi sangat terkesan Menteri Kesehatan ingin cari aman saja. (Kompas.Com, 31/03/2022). Meski begitu Kementerian Kesehatan akan coba berperan melakukan mediasi terkait persoalan antara Terawan dan IDI.
Inilah salah satu peran ideal dari organisasi profesi yang diharapkan oleh para pekerja profesional di Indonesia yang masih seperti lelenguh pungguk merindukan rembulan itu sampai sekarang. Karena itu, kasus dokter Terawan Agus Putranto ini dapat dijadikan pintu masuk – untuk membersihkan sejumlah organisasi profesi yang selama ini tidak becus, kotor – agar anggotanya yang ada benar-benar bisa hidup sehat — tanpa tekanan dan intimidasi secara terselubung. Semacam pemberlakuan terhadap organisasi pers yang harus mendapat legalitas mengikuti uji kompetensi agar dapat dianggap layak dan pantas menyandang profesi pekerjaannya.
Memetik hikmah dari kasus pemecatan Dokter Terawan Agus Putranto yang terkesan sewenang-wenang itu, cukuplah meyakinkan bahwa keberadaan organisasi profesi di Indoneia – termasuk advokad – harus dibenahi dan dievaluasi agar dapat diperbaiki bila sungguh tak hendak dimusnahkan kehadirannya. oleh Jacob Ereste :
Banten Timur, 1 April 2022