Jakarta t3lusur Dik Nury yang cantik, sungguh aku bangga dengan kecantikan otakmu yang cerdas, tutur katamu yang santun, dan hatimu yang jujur dan ikhalas pada semua aktivitas yang kau lakukan dengan serius dan sesungguh hati.
Itulah makna dasar kiriman pepes belut yang kuterima usai kau baca surat budaya dari aku yang merasa malu sambil menikmati pepes belut yang sungguh nikmat, dibanding belum goreng yang pernah kau suguhkan saat makan siang di kampung, juah sebelum minyak goreng mengecoh rakyat dengan cara bermain petak umpet yang sudah jelas pelaku dibelakangnya, meski tak jelas sanksi hukum pada mereka yang culas itu.
Aku yakin, pepes belut yang kau kirim tafi siang itu semacam sanepo — sindiran — karena aku pun terkesan tidak berdaya dalam mensikapi permainan culas mereka terhadap minyak goreng yang masih jadi andalan bagi masyarakat kebanyakan untuk memasak menu sajian mereka sepanjang hari.
Meski begitu, toh aku yakin Dik Nury dan semua keluarga di kampung kita sudah terbebas dari penjajahan minyak goreng yang dijadikan juga sebagai komiditas politik, untuk menegasi bahwa rakyat harus tetap tergantung pada permainan politik ekonomi atau sebaliknya ekonomi politik yang masih bisa dimanfaatkan untuk membuat rakyat kebanyakan jadi jungkir balik, seperti yang dikehendaki oleh pemain politik dan pemain ekknomi yang telah bersatu dalam niat jahat persekongkolan menjadikan rakyat jadi obyek pemerasan.
Di Jawa Tengah dan sekitarnya sejak Januari 2022 pembelian minyak solar saja sudah menjadi mainan. Minyak goreng — memang terjadi secara serentak sejak bulan Februari 2022 lalu telah membuat Ibu-ibu blingsatan ikutan antri atau berburu minyak goreng ke delapan penjuru angin, bukan cuma pasar swalayan, tapi juga sampai ke warung-warung kecil di kampung, digeledah, siapa tahu masih ada yang memiliki stock minyak goreng.
Pepes belut yang kau kirim dari kamlung itu, juga mengingatkan padaku agar bisa terbebas murni dari pengaruh minyak goreng yang juga garang itu mendongkrak kolesterol jahat.
Itulah sebabnya aku semakin terpesona dengan kecantikanmu yang otentik berada di otak dan dihati — bukan diparas yang menjadi takaran umum yang keliru — seperti mereka salah menakar laku spiritual dari perspektif pandang materi — padahal laku spiritual itu seperti kemampuan menikmati ubi rebus yang tak kalah nikmat dengan ubi goreng, apalagi dengan ubi bakar.
Karena semakin sederhana cara mengolah makanan itu, maka akan semakin tinggi nilai spiritualitas dari sajian yang kita nikmati itu. Demikianlah pemahaman spiritual ugahari atau sebaliknya yang telah menjadi bagian pemahaman mereka sebagai pelaku spiritual atau kaum sufi yang lebih mengutamakan mendekatkan diri pada Tuhan.
Lebih dari pada itu tiada arti apa-apa, selain daripada melantunkan puja dan puji kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti yang tercantum pada sila pertama dari Pancasila.
Membebaskan duri ketergantungan pada minyak goreng yang kau kampanyekan di kampung kita, mungkin tidak sepenuhnya membuat kapok para spikulan atau pialang dari ranah ekonomi maupun dari habitat politik menangguk untuk dari dera dan derita rakyat. Tapi aku percaya, dedikasi yang kau berikan kepada warga kampung kita itu, agat dapat lebih tangguh dan kuat menghadapi deraan yang selalu akan menjadikan rakyat kecil sebagai korban. Karena itu, perlawanan budaya yang dilakukan dapat terus ditingkatkan masuk dalam dimensi spiritual yang lebih tidak perduli dan hirau pada hal-hal yang bersifat duniawi. Apalagi hanya sekedar menghadapi kelangkaan minyak goreng yang memang digoreng-goreng oleh pemain politik dan pemain ekonomi yang keblinger oleh pahamam materialisme dan kaputalisme yang memang sudah begitu tabi’at bawaannya sejak lahir di sono.
Maka itu sikap dan sifat bangsa Nusantara yang sesungguhnya adalah senantiasa mengedepankanggerar bathiniah yang bersumber dari illahiah. Sehingga rasa, etika dan moral yang menggenapi takaran akhlak bisa sempurna, bukan saja memandang Tuhan dalam ketakjuban, tapi juga terhadap manusia yang dipenuhi oleh ayat-ayat Tuhan yang harus dan hanya bisa dibaca oleh mata bathin.
Jadi, kelangkaan minyak goreng itu dapat segera Dinda Nury paham, cuma sekedar melekul kecil, dibanding kelangkaan rasa kemanusiaan mereka yang masih berkutat pada bentuk materi. Sedangkan kita sudah berada pada level atau tataran bathiniah sifatnya.
Jadi, jangankan minyak goreng, gula, terigu, daging dan sejumlah bahan makanan pokok, bisa biarkan naik harganya sekehendak hati menjemang bulan ramadhan. Karena yang penting bagi kita, adalah ibadhah puasa, seperti yang dilakukan semua pemepuk agama yang taat.
Apalagi untuk berbuka puasa nanti kau masih bisa mengirim pepes belut yang sedap dan nikmat, bersama tales rebus atau nasi bakar. Karena pepes belut dan tales rebus telah kau kukuhkan sebagai simbol perlawanan melawan kelangkaan dan penjajahan minyak goreng.
Jakarta, 17 Meret 2022