Catatan Jacob Ereste :
Jakarta t3lusur Acara refleksi, silaturrachmi, tumpengan dan semacam sedekah bumi dilakukan lPK (Lembaga Penghayat Kepercayaan) yang dibesut Mr. Sunarjo Sumargono, pada hari Sabtu 5 Maret 2022 seusai meredanya angin ribut menyapa Jakarta Pusat dan sekitarnya.
Topik diskusi pun diawali dari nilai terowongan silaturrachmi yang sudah selesai dibangun, tapi tak kunjung diresmikan dan dipublikasikan makna dan fungsi utamanya bagi
Terowongan pengubung antara Katedral dengan Masjid Istiqlal di Jakarta menarik dijadikan topik diskusi seperti yang dilontarkan Eko Sriyanto Galgendu.
Menurut pimimpin spiritual Indonesia ini yant juga menjabat Ketua Umum LPK sekaligus Ketua Forum Lintas Agama, sungguh idealnya jika LPK dapat mempunyai ruh atau jiwa yang menyatukan darah dalam satu tubuh untuk saling memperkuat jiwa bangsa, jiwa negara dan jiwa keagungan yang mengekspresikan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagaiman GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) terus berupaya untuk menemukan Senopati Agung yang mengayomi dan mensejahterakan bangsa serta negara dalam satu ikatan kesatuan, tidak terpisah-pisah secara personal dan individual. Sehingga dapat menjadi semacam antitesa dari akar keangkuhan sikap materialisme — kapitalisme — yang telah malih dan berkedok neoliberalisme di Indonesia.
Idealnya LPK bisa yang lebih bersifat reflektif hadir bersama segenap sahabat dan kerabat serta kalangan aktivis pergerakan yang ada di Indonesia untuk lebih memaksimalkan peran serta LPK dari pusat kegiatannya di Sekretariat Jl. Ir. H. Juanda No. 4 Jakarta Pusat.
Seperti suasana santai dari diskusi untuk dapat mendayagunakan fungsi dan peran LPK dalam usaha ikut membangun bangsa dan negara dalam kiprahnya yang maksimal di masa mendatang.
Gagasan untuk mengaktifkan kembali segenap organ yang ada, diyakini peserta diskusi mampu untuk dapat menggerakkan segenap aktivitas, mulai dari diskusi rutin setiap 35 hari sekali yang terjadual secara permanen dan konsisten dilakukan seperti diungkap Romo Sunarjo, tidak mustahil akan melahirkan kader yang tangguh melalui kajian dan penerbitan yang dapat diboboti oleh nilai spiritual kebangsaan hingga memiliki akses lebih luas guna memberi masukan pada pemerintah maupun bagi masyarakat sebagai panduan untuk masa depan yang lebih baik dan lebih beradab.
Harapan dari titik temu pada acara silaturrachmi dan tumpengan ini menurut Eko Sriyanto Galgendu dapat dilakukan mengikuti jejak langkah GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) dengan sejumlah media massa yang ada dalam satu atap bersama LPK di tempat yang sama.
Jejak langkah dari kiprah LPK dapat lebih maksimal dilakukan dengan kegiatan yang terpusat dan fokus pada masalah bangsa agar mampu keluar dari ragam himpitan masalah yang dihadapi masyarakat, termasuk masalah ekonomi tandas Romo Sunarjo.
Karena itu, kata dia semua informasi bisa diterjemahkan dalam bahasa asing, minimal bahasa Inggris agar dapat memiliki akses yang lebih luas bergema dan punya resonansi sehingga mampu menjadi energi pembangkit, sebagaiman gerakan kesadaran spiritual yang mampu memperbaiki tatanan etika, moral dan akhlak manusia yang rusak.
Seperti upaya GMRI yang terus berupaya menemukan sosok Senopati Agung yang mampu untuk mengayomi dan mensejahterakan bangsa dan negara Indonesia dalam satu ikatan kesatuan, tidak terpisah-pisah secara personal dan individual seperti yang terlanjur mengakar dalam budaya materialis dan kapitalis yang makin mempersakti dirinya dengan gelar neoliberal pada era sekarang ini.
Setidaknya, essensi dari acara refleksi LPK telah sepakat untuk lebih aktif dan berperan dalam membangun bangsa dan negara, setidaknya dapat menjadi sparing fartner bagi GMRI yang telah laeding pada berbagai sigmen dan sektor masyarakat yang memerlukan sentuhan kearifan untuk bangkit bersama menyongsong peradaban masa depan yang lebih baik dan lebih manusiawi, demi dan untuk generasi pewaris negeri ini.
Seperti upaya melakukan perpanjang masa jabatan kepala daerah mapun presjden itu tidak lebih semacam usaha mengubah takdir seperti yang telah ditegur oleh bahasa bumi dalam bentuk bencana alam dengan beragam cara yang patut dibaca dengan arif dan bijaksana, kata Romo Sunarjo. Seperti ekspresi gunung yang mual-mual memuntahkan laharnya, gempa bumi dan banjir dimana-mana seperti belum pernah terjadi sepanjang sejarah dalam skala lokal yang sungguh mencengangkan.
Agaknya, imbuh Eko Sriyanto Galgendu, relevan dengan pesan Gus Dus untuk GMRI pada 25 tahun silam, perlunya kesadaran dan pemahaman untuk mempersatukan agama langit dan agama bumi, agar tata irama jagat raya bisa harmoni. Setidaknya, tidak terus gonjang ganjing mulai dari wilayah ekonomi hingga habitat politik dan lingkungan budaya kita yang kehilangan makna. Karena etika, moral dan akhlak digadaikan.
Jakarta, 5 Maret 2022