Jakarta t3lusur ., Praktek transaksi politik merupakan perilaku yang dapat merusak kehidupan demokratisasi, dan ini rupanya tidak hanya terjadi pada momentum pelaksanaan Pemilihan Umum, pemilihan kepala daerah maupun mungkin juga terjadi pada Pemilihan Presiden, melainkan rupanya praktek transaksi politik itu juga terjadi dalam momentum perhelatan Musyawarah Nasional sebuah organisasi yakni ORARI (Organisasi Amatir Radio Indonesia) yang bergerak dibidang komunikasi, sosial kemanusiaan dan juga pembinaan bagi para amatir radio yang ada di Indonesia ini.
Menanggapi adanya indikasi terjadi transaksi politik tersebut, Abdullah Fernandes Koordinator Gerakan Banteng Milineal Anti Korupsi ini, saat dihubungi wartawan, mengatakan bahwa adanya dugaan praktek transaksi politik di Munas XI ORARI tersebut, sangat disayangkan hal itu bisa terjadi dan sangat memprihatinkan itu terjadi di sebuah organisasi yang fokus pada pengabdian sebagai komponen cadangan dibidang komunikasi.
“Jujur, saat kami mendapatkan informasi bahwa di ORARI terjadi dugaan praktek transaksi politik, ini sangat mengherankan, kenapa sih di organisasi yang tidak ada muatan politiknya terjadi perebutan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara sampai-sampai menggunakan modus operandi jual-beli suara, “ucap Abdullah Fernandes kepada wartawan.
Menurutnya, ketika ia mendapatkan informasi tersebut, maka langsung melakukan penelusuran, dari berbagai sumber informasi, maka diperoleh informasi yang menyebutkan adanya indikasi praktek transaksi politik atau suap itu disinyalir untuk mendukung salah satu Kandidat yang berinisial DIM dengan callsign YB0DX, dengan modus operandi, antara lain bahwa yang bersangkutan mendadak menjadi sponsor dan donatur, bersama tim suksesnya yakni berinisial YB3DY, YB8RET, mereka menghubungi ORDA-ORDA menawarkan sponsor dan sumbangan untuk kegiatan iBota, Special Call, Hamfest, dengan imbalan dipasang namanya di berbagai kegiatan amatir radia. Beberapa daerah yang didatangi dan bersedia dengan tawaran tersebut, misalnya di Bali, Yogyakarta, Kalimantan Tengah, NTT, NTB, dsb.
“Selain itu, kami juga memperoleh informasi bahwa di duga ada iming-iming atau tawaran dukungan dari terduga YBODX beserta teamnya, transport untuk ke MUNAS (tidak dibatasi hanya untuk peserta), serta penginapan di Jakarta, dan uang saku dengan catatan mendukung YB0DX, serta saat datang ke MUNAS dijemput di Bandara, diantar ke Hotel mewah yaitu di hotel Mercure bahkan beberapa hari sebelum MUNAS, serta disediakan bis dari hotel ke tempat MUNAS yang semuanya ditangani oleh event organizer (EO), padahal diperoleh informasi bahwa dari panitia Munas XI ORARI sudah menyediakan itu transport dan penginapan di tempat berlangsungnya acara MUNAS kepada ORARI Daerah sebagai peserta Munas”ungkap Abdullah Fernandes.
Kemudian, lanjut Abdullah Fernandes, di duga Utusan ORDA yang sudah dapat sponsor, dana, transport, penginapan, dan uang saku diberi tanda “gelang” (ikatan transaksional), di duga ada 21 daerah yang sudah mengenakan gelang tersebut. Implikasi dari dugaaan praktek transaksi politik tersebut menjadi pemicu terjadinya kegaduhan, pertikaian dan bahkan pelanggaran etika dan peraturan di Munas XI ORARI tersebut, hal ini terindikasi terjadi pada saat berlangsungnya Sidang Pleno pembahasan Tata Terib, mereka merasa mayoritas, dan ingin mengikat serta mengontrol yang sudah menerima berbagai bantuan dari YB0DX, kemudian memaksakan voting terbuka (melabrak asas demokrasi LUBER/langsung, umum, bebas dan rahasia), dengan motor ORDA Jawa Timur, ORDA Sulawesi Utara, ORDA Bali dan ORDA Sulawesi Barat.
Karena memenangkan voting terbuka, mereka yang diduga pendukung YBODX, kemudian menjadi arogan dan eklusif, serta tidak menghargai ORDA lainnya yang tidak mau terperangkap oleh dugaan praktek transaksi politik oleh YB0DX beserta teamnya, sehingga memaksakan voting juga untuk pemilihan Pimpinan Sidang Pleno MUNAS.
Menurut Abdullah Fernades, dari temuan dilapangan, menyebutkan bahwa dari sikap pimpinan sidang yang terkesan arogan tersebut, memicu terjadinya protes ORDA Sulawesi Selatan yang menghendaki agar diadakan lagi verifikasi terhadap keabsahan ORDA sebagai peserta MUNAS dengan contoh ORDA Maluku Utara, ditambah protes dari ORDA Jawa Tengah yang mempertanyakan keabsahan ORDA Sumatera Utara, maka Pimpinan Sidang Pleno MUNAS didukung peserta MUNAS pendukung YB0DX kesal dan hendak melakukan voting, yang kemudian ditolak peserta MUNAS yang tidak mendukung YB0DX, sehingga terjadi protes-protes yang keras dan karena ditanggapi secara emosional oleh peserta MUNAS pendukung YB0DX sehingga menimbulkan kegaduhan, sampai terjadi korban peserta dari ORDA Sulawesi Selatan yang kemudian dibawa ke rumah sakit terdekat (MMC) dan dirawat di Unit Gawat Darurat. Sidang pun di skors sampai jam 1 siang. Alasan protes mengenai keabsahan peserta MUNAS karena pada 27 November malam akan diadakan Pemilihan DPP ORPUS dan Ketua Umum ORARI secara voting.
Sekitar mam 1 siang sidang pleno MUNAS dibuka, kemudian penyampaian Laporan DPP dan LPJ Ketua Umum ORARI. Setelah selesai penyampaian Laporan dan LPJ, datang Kapolsek Setiabudi yang menyampaikan bahwa kericuhan yang baru terjadi di MUNAS telah menimbulkan korban dirawat di UGD, dan MUNAS XI ORARI yang belum mendapat izin tertulis dari Polisi (walau sudah ada surat pemberitahuan ke Kapolri), sehingga MUNAS XI ORARI diminta untuk dihentikan.
Pimpinan Sidang Pleno MUNAS meminta waktu kepada Kapolsek agar dapat menyelesaikan sessi Laporan DPP ORPUS dan LPJ Ketua Umum ORARI. Setelah negosiasi, Kapolsek memberi waktu 2 (dua) jam. Sidang dibuka kembali, dan dengan alasan efektifitas, Pimpinan Sidang Pleno MUNAS langsung mengarahkan peserta MUNAS untuk melakukan pemilihan DPP dan Ketua Umum ORARI, sikap inilah menyebabkan protes dari ORDA PAPUA, ORDA Sumatera Utara dan ORDA Jawa Tengah, diikuti yang lain sehingga kembali terjadi kericuhan, kegaduhan yang memancing Polisi untuk masuk dan menghentikan MUNAS XI ORARI, dan meminta seluruh peserta MUNAS untuk meninggalkan ruang sidang MUNAS.
“Dari informasi yang kami peroleh, menyebutkan bahwa menyadari transaksional tidak berhasil dan tidak tercapainya tujuan, maka Pimpinan Sidang Pleno MUNAS yang terdiri dari Ketua ORDA Bali (YB9FAO) sebagai Ketua Sidang, Ketua ORDA Sulawesi Utara (YB8RET) sebagai Wakil Ketua Sidang, dan Ketua ORDA Bengkulu (YB4MDY) sebagai Sekretaris Sidang membuat keputusan MUNAS secara sepihak tanpa persetujuan dan tidak dilakukan dalam persidangan MUNAS (penetapan DPP ORPUS masa bakti 2021-2026 dan skorsing MUNAS yang tidak melalui persetujuan peserta MUNAS).”jelas Abdullah Fernandes.
Abdullah Fernandes juga menambahkan bahwa selain adanya dugaan praktek transaksi politik, juga terindikasi adanya upaya untuk menjadikan ORARI sebagai organisasi yang berada dalam kepentingan partai politik, hal ini terlihat dari indikasi adanya sebuah skenario tentang ditampilkannya calon ketua umum dari politisi Partai Nasdem, Calon Ketua Dewan Pengawas dan Penasihat ORARI Pusat dari Partai Nasdem, sedangkan Menteri Kominfonya juga dari Nasdem. Skenario itu tercium oleh adanya sikap sepihak Pimpinan Sidang MUNAS, yang berusaha memaksakan terlaksananya skenario tersebut dengan mengeluarkan Keputusan MUNAS yang tidak sesuai dengan fakta persidangan terutama terkait Keputusan tentang Dewan Pengawas dan Penasihat ORARI Pusat masa bakti 2021-2026 di luar persidangan MUNAS, sehingga skenario itu gagal untuk dijalankan dengan mulus.
“Dari informasi yang berhasil kami kumpulkan, kami menduga adanya Skenario Parpol ingin menguasai ORARI melalui dugaan praktek transaksi politik, yang mengalami kegagalan karena ada indikasi nafsu keserakahan, dan “gelang transaksional”pun menjadi tinggal kenangan, dugaan transaksi politik ini sudah kami laporkan ke KPK, semoga KPK cepat merespon laporan tersebut.”pungkas Abdullah Fernandes. (*kadir Yh)