Catatan Batara R. Hutagalung
Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah
(FKMPS)
“Itu memang bukan kegiatan sumpah- menyumpah. Resmi disebut sebagai ‘Hari Sumpah Pemuda’ baru tahun 1959, melalui Keppres Nomor 316 Tahun 1959, tanggal 16 Desember 1959.”
Demikian tanggapan Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Prof. Muhadjir Effendi, sebagaimana ditulis dalam suara.com, pada Sabtu, 31 Oktober 2020, menanggapi tulisan saya: “28 OKTOBER 1928, TIDAK ADA SUMPAH PEMUDA.”
Dalam kongres pemuda kedua tahun 1928, juga tidak ada pembacaan sumpah atau ikrar bersama. Yang dibacakan oleh Ketua Sidang, Sugondo Joyopuspito, adalah hasil dari kongres pemuda pertama tahun 1926.
Sampai tahun 1926 di wilayah jajahan Belanda di Asia Tenggara, Nederlands Indië (India Belanda), semua organisasi pemuda pribumi berdasarkan kesamaan etnis (suku), atau berasal dari pulau yang sama atau berdasarkan kesamaan agama, a.l. Jong Ambon (Pemuda), Jong Bataksche Bond (Ikatan Pemuda Batak), Jong Celebes, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Sekar Rukun (Pemuda Sunda), Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamieten Bond (Ikatan Pemuda Islam), dll. Tidak ada satupun organisasi pemuda pribumi yang berdasarkan multi etnis.
Embrio persatuan organisasi-organisasi pemuda pribumi di wilayah jajahan Belanda, Nederlands Indië (India Belanda), bukan di Kongres Pemuda kedua, melainkan di Kongres Pemuda pertama yang waktu itu dalam bahasa Melayu dinamakan sebagai KERAPATAN BESAR PEMUDA INDONESIA PERTAMA. Kerapatan Besar tersebut diselenggarakan di Batavia (sekarang Jakarta), dari tanggal 30 April – 2 Mei.
Demikian juga gagasan SATU NUSA, SATU BANGSA, SATU BAHASA, muncul dalam kerapatan pertama tahun 1926, bukan dalan kerapatan kedua tahun 1928.