T3lusur-Jakarta. ditengah ancaman lunturnya keberagaman yang tersebar di nusantara, sudah mejadi keperihatin tersendiri bagi dunai pendidikan. Makanya agar ancaman pudarnya keberagaman menjadi keprihatin tersendiri bagi yohanes Henukh Ketua STT Pokok Anggura Jakarta. Dalam kerangka menjawab dan mengisi kembali kecintaan akan kultur serta budaya nusantara, STT Pokok Anggur memiliki program praktik lapangan dengan mengutus mahasiswanya berpraktek di daerah yang bukan asalnya atau daerah lain.
Ternyata tradisi pengiriman mahasiswa untuk berpraktek tersebut menjadi kelebihan dari STT PA ini, dan ini sudah menjadi agenda wajib bagi mahasiswa STT Pokok Anggur Jakarta (PA) melaksanakan praktik selama setahun yang dibagi menjadi dua kali praktik yakni semester tiga dan semester enam, masing-masing enam bulan masa prakteknya. Demikian juga tahun ini STT PA juga kembali mengadakan pengutusan bagi para mahasiswa semester 3 masuk dalam medan pelayanan.
Yohanes Henukh Ketua STT PA Minggu 30 Mei 2021, memimpin langsung pelepasan para mahasiswa masuk praktik lapangan dengan terlebih dahulu menggelar kebaktian pengutusan di kampus STT Pokok Anggur Kawasan Cengkareng, Jakarta Barat.
“Agenda kami setiap semester 3 dan enam memberikan kesempatan para mahasiswa praktik lapangan selama enam bulan”, tukas pria yang saat ini sedang menggawangi organisasi PERADI Perjuangan bersama advokat-advokat muda khususnya dari Indonesia Timur.
Lama praktik enam bulan menurut pri yang sudah malang melintang di dunia pendidikan teologi ini agar p[ara mahasiswa belajar social budaya dan mampu beradaptasi dengan budaya lain disekitarnya. Maka yang dilakukan akan mengirim para mahasiswa ke daerah yang bukan asalnya, semisal mahasiswa asal Kalimantan atau Dayak dikirim ke Jawa atau daerah lain.
Mengapa dengan harapan tukas Yohanes mereka mempelajari social budaya di Pulau Jawa atau budaya lain yang ada di Indonesia ini. Kali ini yang dikirim mahasiswa semester tiga, jadi praktik lapangan sifatnya hanya membantu administrasi atau belajar dalam melayani baik di pendidikan maupun pelayanan gerejawi, pastinya belum dipercaya untuk kotbah kalau di gereja, karena memang baru dua semester mendapatkan teori.
Kembali kepada pengiriman mahasiswa yang dikirim ke daerah yang lain ini lebih pada menambah wawasan kebangsaan bagi para mahasiswa, mengingat kultur dan budaya setiap daerah berbeda-beda. Misalnya budaya orang Indonesia Timur akan berbeda dengan budaya masyarakat Indonesia bagian Barat.
“Dengan praktik kultur yang berbeda mahasiswa akan memperoleh wawasan yang luas, mampu belajar tata karma saat nanti bertugas pelayanan setelah lulus”, tandas pria yang kebapaan ini.
Tentang rentang waktu praktek yang hanya enam bulan ini belajar waktu-waktu lalu, jika diadakan setahun justru berpengaruh para mahasiswa yang akhirnya tidak melanjutkan pendidikan karena terpengaruh banyak hal, misalnya dapat pasangan di tempat praktek ataupun tawaran pekerjaan.
Makanya, enam bulan itu yang tepat menurutnya, sebab selama enam bulan dua bulan masa perkenalan atau adaptasi masuk bulan 3 sampai enak ketika sudah beradaptasi tetepai hasus kembali ke kampus karena sudah habis waktu prakteknya.
Tersebar di seluruh Indonesia
Yohanes memngakui kalau tahun ini tidak terlalu banyak mahasiswa yang turun praktek dikarenakan pandemic yang belum juga kunjung usai, namun bukan berarti harus menyerah makanya proses belajarpun masih tetap berlanjut dengan terus menjalankan agenda yang ada.
Mengenai ke mana saja para mahasiswa tersebut turun untuk praktek lapangan, di tahun ini yang paling jauh mahasiswa dikirim ke Kendari, Sumatera Selatan selebihnya ada di Surabaya, Malang, Indramayu, Bekasi, Bogor dan Tangerang
Para mahasiswa yang dikirim tersebut sesuai dengan kebutuhan, sekalipun ada beberapa gereja, sekolah ataupun Panti Asuhan.
Menarik selain praktek di daerah yang bukan asal mahasiswa, karena para mahasiswa ini juga berasal dari berbagai denominasi makanya, pengiriman pun juga di kirim ke pelayanan gereja yang beda dengan denominasi asal, pungkasnya. .