Jakarta, t3lusur-Diskusi daring yang digelar Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) Jumat,12/02/2021 dengan tema SKB 3 Menteri memumpuk asa toleransi di sekolah. Diskusi daring yang di moderatori Ashiong Munthe Litbang Pewarna ini menghadirkan beberapa narasumber salah satunya Dating Palembangan dari Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) salah satu narasumber dari unsur intelektual mengatakan ternyata publik juga sangat serius menanggapi SKB ini. Publik, terutama netizen, mengaitkan SKB ini dengan isu-isu intoleransi yang akhir-akhir ini marak terjadi. Makanya wajar saja, publik memang selalu ingin mengaitkan sebuah peristiwa dengan isu-isu hangat yang bekembang di masyarakat.
Pada kasus itu lanjut Dating yang juga mantan Ketua Umum GAMKI ini, salah seorang oknum guru mewajibkan seluruh siswi untuk menggunakan jilbab dengan alasan peraturan sekolah. Padahal, di sekolah tersebut ada juga siswi yang tidak beragama muslim. Meskipun pada akhirnya Kepala Sekolah menyampaikan permohonan maaf dan akan menyelesaikan permasalahan secara bersama dan kekeluargaan, tetap saja kasus ini membuka kembali ingatan publik akan kasus-kasus intoleransi yang pernah terjadi di beberapa daerah sebelumnya.
Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Menteri Dalam Negeri RI, dan Menteri Agama RI tertanggal 3 Februari 2021 dengan latar belakang adanya suatu pemberlakuan kearifan Lokal pada suatu Sekolah Negeri di Sumatera Barat.
Kepeutusan bersama menteri pendidikan dan kebudayaan, menteri dalam negeri dan menteri agama Republik Indonesia nomor 02lKBl2O2l 219 tahun 2021 tentang penggunaan pakian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik dan tenega kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Menurutnya terjadi PRO DAN KONTRA, di mana Pihak Pro berpendapat bahwa sangat tepat diterbitkannya SKB 3 Menteri untuk menata berbusana yang toleran pada lingkungan sekolah negeri dari SD, SMP. SMA. Supaya anak didik sejak dini memupuk toleransi dalam perbedaan sebagai asset NKRI.
Tetapi bagi Pihak Kontra Penerbitan SKB 3 Menteri sesungguhnya bukan substansi yang sangat mendesak diiterbitkan SKB tapi yang prioritas adalah mengatasi keterbelakangan anak didik yang sulit dijangkau media telekomunikasi untuk pelaksanaan Pendidikan jarak jauh atau Vidio Zoom akibat Pandemic Covid 19
Dating juga mengatakan perlu berterima kasih atas kejadian pemakain busana untuk kearifan local yang terjadi pada suatu sekolah negeri selanjutnya menjadi viral.
“Bagi saya berpakaian itu adalah suatu biasa saja kalau tujuannya itu baik bahwa untuk melindungi dari matahari ataukah dari debu ataukah supaya penampilannya tidak mengundang hal lain bagi lawan jenisnya, seharusnya diterima dan diikuti saja tapi karena hal berpakain tersebut terdapat sakelompok orang yang memandangnya hanya milik kelompok tetentu atau merasa kebebasannya terganggu sehinga kurang menerima dengan berbagai alasan dan pertimbangan”, ujarnya mantab.
Cara berpakaian bagi wanita dengan cara menutup kepala (Aura) sudah dilaksanakan sejak dulu. Dakuinya tidak punya referensi yang cukup tapi ketika menonton Film Tuhan Yesus umumnya wanita itu menggunakan pakain penutup kepala (Aura) dan menurut dokumen Wikipedia berbusana menutup kepala sudah dimulai sejak 2500 tahun Sebelum Masehi pada salah satu kerajaan dan terbatas pada kaum bangsawan. Selanjutnya dan selanjutya sampai pada jaman sekarang dan dikaitkan dengan etika dan nilai.
Dengan pertimbangan bahwa Indonesia ini adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan kearifan localnya masing masing yang perlu dilestarikan sehingga kearifan local di suatu daerah wajib dipelihara karena melestarikan kearifan local adalah perwujudan dari NKRI itu sendiri jadi termasuk melaksanakan undang undang.
SKB 3 Menteri telah diterbitkan sebagai solusi terbaik untuk menjaga dan melestarikan kearifan local dan memupuk toleransi dari perbedaan termasuk cara berbusana sebagai cikal bakal dari NKRI, sekalipun tentunya terdapat pro dan kontra dengan berbagai alasan dan pertimbangan masing-masing dengan diterbitkannya SKB 3 Menteri tersebut.
Di kesempatan itu Dating menegaskan sudah waktunya perlu dikaji kembali apakah UU Pendidikan Nasional yang mengotonomkan pendidikan pada tingkatan wajib belajar mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai ke Sekolah menengah Atas (SMA) dalam hal pengeloannya, perlu dikaji kembali untuk menjadi keputusan politik lewat Undang Undang supaya pengelolaan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditarik kembali menjadi wewenang pusat seperti 5 kementerian lainnya dengan pertimbangan :
Pertama sangat dipandang mendesak untuk meletakkan pondasi yang berkarakter kebangsaan bagi generasi sejak dari SD, SMP, SMA karena merekalah pewaris bangsa pada 50 tahun berkutnya. Kedua, terkadang para guru menjadi korban politik hasil PIlkada sehingga para guru tidak sejahtera dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik yang seharusnya, mengapa karena adanya tuntutan kebutuhan politik praktis sehingga yang korban adalah para anak didik.
Ketiga, anggaran Pendidkan sangat memungkinkan untuk menyelenggarakan Pendidikan secara Nasional mulai dari SD, SMP, dan SMA dibawah langsung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang tentunya dalam batas tertentu juga pemerintah daerah dilibatkan. Keempat tak kalah penting saling memperkaya supaya UU Pendidikan Nasional pada tingkatan SD, SMP, SMA kembali dinasionalkan.
Untuk itu Dating mengatakan bahwa undang undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional perlu di kaji kembali oleh anggota Dewan yang terhormat dan Undang Undang terkait dengan Pendidkan Nasional misalnya UU No. 23 tahun 2014 tentag Pemerintahan Daerah, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah sampai pada Keputusan Menterri terkait.
Tak mudah memang karena pekerjaan diatas sesuatu yang sangat berat tetapi ketika berbicara tentang masa depan NKRI Dating yakin semua akan sepakat.
Dalam webinar yang diselenggarakan PEWARNA selain Dating Palembangan juga Dr Sutanto Sekjen PAUD pendidikan Dasar dan menengah kemendikbud, Putra Nababan anggota DPR RI Komisi X Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Djasarmen Purba Ketua umum Majelis Umat Kristen Indonesia,dan Elianu hia orang tua murid SMK II Negeri Padang.
Di mana dalam kesempatan tersebut Putra Nababan mengapresiasi keberanian dari anak Elianu Hia yang berani dengan tegas memprotes bahkan melawan ketidak adilan.