Kuasa Hukum Hasyim Rahayaan “Menantang” Pelapor dan Tim Kuasa Hukumnya untuk Berikan Bukti Keterangan dari Universitas Azzahra

T3LUSUR
Bagikan:

Jakarta, T3lusur.com- Proses hukum terkait tuduhan pemalsuan dokumen yang melibatkan nama Anggota DPRD Kota Tual, Hasyim Rahayaan, sedang bergulir. Saat ini, Hasyim Rahayaan tengah menghadapi persoalan hukum “dugaan” ijazah palsu yang dilaporkan oleh Hi. Abdul Halik Roroa, S.H., M.Hum pada Kepolisian RI Resor Maluku Tenggara dengan Laporan Polisi (LP) Nomor : LP/137/V/2020/MALUKU/RES MALRA, tertanggal 15 Mei 2020.

Diketahui melalui Surat Penyidik Polres Malra Nomor : B/366/VI/2020/Reskrim, Perihal : Undangan Klarifikasi/Interview, tanggal 17 Juni 2020 disampaikan kepada Hasim Rahajaan, S.H. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Satuan Reserse Kriminal Polres Maluku Tenggara sedang melakukan penyelidikan “dugaan” tindak pidana Pemalsuan surat dan atau menggunakan surat palsu yang dipalsukan itu seolah-olah surat asli dan tidak dipalsukan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHPidana.

Sebagai respon atas adanya laporan itu, Tim Kuasa Hukum Hasyim Rahayan angkat bicara. Dalam konferensi pers yang digelar di kawasan Condet, Jakarta Timur, Kamis sore (18/06/2020), Ahmad Matdoan, S.H, didampingi Ali Zein Difinubun, S.H, dan Akbar Budi Setiawan, S.H, secara gamblang, terstruktur dan sistematis  menjawab semua tuduhan yang dialamatkan kepada klien mereka.

Dalam kesempatan tersebut, ketiganya juga menanggapi konferensi pers yang sebelumnya dilakukan oleh LBH ARI sebagai Kuasa Hukum Pelapor di Kota Tual, Rabu (17/06/2020).

“Dari salah satu media online lokal di Kota Tual, Malra, Kuasa Hukum Pelapor dalam konferensi pers menyampaikan, ‘Ada enam kejanggalan yang kami sampaikan kepada publik, terkait proses dan mekanisme yang timbul’, sehingga lahir laporan dugaan ijazah palsu oleh klien kami di polisi. ‘Namun PH Rahayaan baru dapat menjawab satu hal, sehingga menunjukkan mereka tidak mengetahui permasalahan, ungkap Matutu’,” ungkap Ahmad Matdoan saat membacakan kembali keterangan yang disampaikan Pelapor dan dimuat oleh salah satu media daring setempat.

Ahmad Matdoan kemudian menyampaikan Kuasa Hukum Pelapor keliru dalam memahami argumentasi yang sebelumnya  disampaikan pihak PH Hasyim Rahayaan.

“Kuasa Hukum Pelapor menginginkan oleh karena terdapat 6 (enam) kejanggalan, maka harus ada juga 6 (enam) jawaban. Dan kami baru menanggapi 1 (satu) kejanggalan. Padahal tanggapan yang Kami sampaikan tersebut sudah menjawab secara keseluruhan dugaan kejanggalan yang disampaikan Kuasa Hukum Pelapor,” demikian kata pendiri Kantor Advokat Ahmad Matdoan dan Rekan, itu.

BACA  PSI MENANAM MANGROVE DI TELUK NAGA

“Rupanya Kuasa Hukum Pelapor menggunakan pendekatan dalam penulisan karya ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dan lain-lain. Yaitu jika terdapat 6 (enam) masalah yang diteliti, maka harus terdapat juga 6 (enam) jawaban, ya tentunya tidak nyambunglah,” jelasnya lagi.

Ahmad Matdoan yang biasa disapa AM lalu melanjutkan pembicaraan, “argumentasi hukum dari Kuasa Hukum Pelapor keliru jika menggunakan Surat dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah III, Nomor : 1774/LL3/KR/2020, Perihal : Validasi Data Mahasiswa Universitas Azzahra A.n Hashim Rahajaan sebagai bukti kuat guna membuktikan dugaan pemalsuan ijazah dari klien kami”.

Menurutnya, tuduhan ijazah palsu yang dialamatkan kepada Hasyim Rahayaan lemah secara hukum karena bukti-bukti tertulis yang disampaikan Pelapor belum dapat membuktikan dugaan mereka. Sebaliknya, lanjut AM, pihak yang memiliki kewenangan dalam menerangkan keaslian blangko ijazah maupun kebenaran isi atau keterangan dalam ijazah, berikut transkrip nilai, adalah pihak Perguruan Tinggi yang menerbitkan ijazah dimaksud, bukan LLDIKTI

Ali Zein Difinubun kemudian menyambung keterangan yang disampaikan, bahwa Pangkalan Data Mahasiswa dan surat dari LLDIKTI yang digunakan Pelapor sebagai bukti atas dugaannya tidak dapat dijadikan sebagai bukti kuat atau bukti kunci, guna melakukan pembuktikan terhadap ‘dugaan’ ketidakabsahan ijazah Hasyim Rahayaan.

Lebih dalam Difinubun mengurai dari konteks kewenangan, bahwa LLDIKTI tidak berwenang untuk menyatakan legalitas sebuah ijazah asli atau palsu. Kedua, dalam terkait konteks fungsi, bahwa fungsi Pangkalan Data Mahasiswa (Forlap DIKTI) hanya sebagai acuan informasi saja. “Itu menurut Undang-Undang, bukan menurut kami sebagaimana ‘tuduhan’ Kuasa Hukum Pelapor,” kata Difinubun.

Ketiga,  Difinubun menjelaskan terkait konteks isi surat LLDIKTI. Dirinya melihat bahwa pada poin 1 sampai dengan poin 4 dari isi surat LLDIKTI tidak menerangkan dan menjelaskan terkait dengan legalitas ijazah. Tetapi hanya menjelaskan kembali informasi yang terdapat dalam Pangkalan Data Mahasiswa (Forlap DIKTI).

BACA  Pemkab Trenggalek Mendorong Pengembangan 100 Desa Wisata Yang Ada Di Kabupaten Trenggalek

Keempat, dalam konteks pembuktian pidana, Difinubun mengemukakan bahwa tidak dibenarkan dalam pembuktian pidana berdasarkan logika. Dirinya melanjutkan, bahwa dalam Forlap DIKTI diketahui Hasyim Rahayaan benar terdaftar pada tahun 1999 di Fakultas Hukum Universitas Islam Azzahra (sekarang Universitas Azzahra), pernah aktif 2 Semester dan dinyatakan mengundurkan diri pada 1 Agustus 2019. Sementara, lanjut Difinubun, faktanya ijazah Hasyim Rahayaan sendiri (terbit) pada tahun 2004.

“Tidak mungkin (Hasyim Rahayaan) dinyatakan mengundurkan diri pada tahun 2019, kemudian ada ijazahnya pada tahun 2004. Kami berpendapat bahwa logika komperatif seperti ini tidak dapat dibenarkan dan dipergunakan dalam pembuktian pidana. Alat bukti yang dapat membuktikan dugaan perbuatan pidana adalah alat bukti riil yang otentik, relevan, sah dan tidak boleh prejudice (prasangka),” tegas Difinubun.

“Kuasa Hukum Pelapor menggunakan Pangkalan Data Mahasiswa dan surat dari LLDIKTI sebagai bukti atas ‘dugaan’ ijazah dan transkrip nilai atas nama Hasyim Rahayaan adalah palsu. Maka kami mau sampaikan saja, hal itu sesat,” tandasnya lagi.

Ali Zein Difinubun, SH

Prematur

Pada sesi konferensi pers yang digelar di Tual, sebagaimana dikutip dari pemberitaan salah satu media daring setempat, “Kuasa Hukum Pelapor turut menyampaikan  bahwa apa yang disampaikan Tim Kuasa Hukum Rahayaan di Jakarta, yang meminta Polres Malra menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP2HP Lid) atas kasus yang tengah disidik merupakan tindakan prematur dan mengada-ada”.

Akbar Budi Setiawan yang juga tergabung di  Tim Kuasa Hukum Hasyim Rahayaan ikut menanggapi argumentasi dari  Kuasa Hukum Pelapor.

“Justru sebaliknya, diketahui Pelapor secara inperson sudah mendatangi Universitas Azzahra dan menyampaikan Surat Permohonan Perihal : Permintaan Verifikasi Keabsahan (Keaslian) Ijazah Strata Satu (S1) dan Transkrip Nilai Universitas Islam Azzahra atas nama Hasim Rahajaan, pada  tanggal 16 Mei 2020. Akan tetapi Universitas Azzahra tidak bersedia memenuhi permintaan Pelapor. Begitu pula Kuasa Hukum Pelapor sudah berusaha untuk meminta keterangan dari Universitas Azzahra dan tidak berhasil juga,” beber Akbar.

Lebih lanjut Akbar sampai pada sebuah kesimpulan bahwa sampai dengan saat ini sejak LP dibuat pada Polres Maluku Tenggara, tanggal 15 Mei 2020, Pelapor tidak dapat memberikan bukti kuat guna membuktikan dugaannya.

BACA  Eko Galgendu Jadi Konsep spiritual kebangsaan kenegaraan nusantara ada pada bendera kerajaan majapahit Sang Saka Getah Getih Samudra

“Kan beban pembuktian tersebut berada pada Pelapor. Jangan Pelapor yang menduga kami yang (harus) membuktikan. Kami hanya cukup memberikan ijazah dan transkrip nilai asli atas nama Hasyim Rahayaan. Itu sudah cukup,” tegas Akbar.

Akbar menilai, justru dugaan Pelaporlah yang terlalu prematur karena tidak disertai bukti yang cukup. Sehingga kami meminta Polres Malra menghentikan penyelidikan dengan alasan tidak cukup bukti (SP2HP Lid).

“Wajar jika Kami meminta proses penyelidikan untuk dihentikan,” demikian kata Akbar.

Akbar Budi Setiawan, SH.

Di akhir pertemuan dengan awak media, Tim Kuasa Hukum Hasyim Rahayaan turut menyesalkan adanya pernyataan dari Direktur LBH-ARI, LM, yang mengatakan bahwa mereka ‘masih belajar’. Pernyataan tersebut dianggap sudah menyerang ketiganya secara pribadi dan tidak lagi fokus kepada materi perkara.

Kembali kepada materi perkara, baik Ahmad Matdoan, Ali Zein Difinubun dan Akbar Budi Setiawan, menantang Pelapor untuk memberikan bukti berupa keterangan dari pihak Kampus Universitas Azzahra.

“Dan Kami Kuasa Hukum Hasyim Rahayaan menantang Tim Kuasa Hukum Pelapor dan Pelapor untuk memberikan bukti Keterangan dari Kampus Universitas Azzahra, yang menjelaskan tentang legalitas ijazah Hasyim Rahyaan,” pinta mereka.

Proaktif

Terpisah, secara proaktif Hasyim Rahayaan telah memenuhi panggilan penyidik dari Polres Maluku Tenggara, Jumat (19/06/2020). Hasyim hadir dalam rangka memberi keterangan kepada Penyidik terkait dugaan ijazah palsu yang dilaporkan oleh Abdul Halik Roroa.

“Kita datang (ke) Polres itu atas undangan Penyidik untuk klarifikasi. Makanya kita ke sini sekaligus membawa dokumen ijazah asli yang dimiliki oleh klien saya, Pak Hasyim Rahayaan,” tutur Wahyu Ingratubun, kuasa hukum Hasyim Rahayaan di Tual, sebagaimana dikutip dari Tribun-Maluku.com.

Lebih dalam dilaporkan oleh Tribun-Maluku.com, Ingratubun mengemukakan bahwa Hasyim Rahayaan bukan saja menunjukan ijazah asli, namun kepada Penyidik kliennya turut menunjukkan bukti transkrip nilai dari Universitas Azzahra.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *