Jakarta, t3lusur.com-PEWARNA Indonesia sudah sebelas kali menggelar diskusi daring dengan menyajikan tema-tema, tentang partai Kristen, adakah peluang maju menjadi kontestan di tahun 2024.
Berbagai narasumber dari latar belakang profesi telah di hadirkan, antaranya ketua-ketua umum Sinode maupun ketua aras aras gereja, praktisi hukum, politik dan aktivis masyarakatpun sudah dihadirkan.
Demikian juga tokoh-tokoh dari berbagai daerahpun juga sudah sharing tentang peluang partai Kristen ataupun berbasis kristiani, kalangan perempuan, melinial serta ketua-ketua ormas Kristen dan ketua ormas yang beragama Kristen serta tokoh lintas agama untuk bersama memberikan masukan, bagaimana peluang partai Kristen, dan apa yang perlu diperhatikan dalam membangun partai Kristen.
Jumat 12/06/20 diskusi ditutup dengan menghadirkan pentolan partai Kristen yang berkeinginan maju dalam tahun 2024, dengan tema menimang satu partai Kristen 2024,
Kenapa, tema ini perlu diangkat berangkat dari realitas yang ada, sepanjang diskusi diadakan sudah terdengar dua partai Kristen ataupun bernafaskan Kristen yang bergeliat untuk turun gelanggang dalam pesta demokrasi 2024 nanti.
Belum lagi satu partai lama yang konon sedang konsolidasi kepengurusan.
Seperti apa alasan mereka ingin mendirikan partai Kristen ataupun membangkitkan kembali perjuangan partai Kristen tersebut, kedua narasumber yang hadir saat itu, baik Kamaruddin Suimanjuntak ketua umum Partai Demokrasi Rakyat Indonesia Sejahtera (PDRIS) dan Waketum PDS Hendrick Assa dari PDS.
Partai Kristen ini perlu hadir untuk mengisii ruang kosong yang selama ini belum mampu diperjuangkan oleh partai yang ada di Senayan.
Seperti, persoalan ketidakadilan, kesetaraan hukum, terlebih bagi masyarakat yang dianggap minoritas, bagaimana pendirian rumah ibadah masih saja menjadi persoalan, daerah-daerah yang mayoritas Kristen masih tetap tertinggal. Perlakuan kepada orang Papua yang masih terkesan diskriminatif,
Maka baik Kamaruddin maupun Hendrik yang sama-sama berlatar belakang lawyer ini sepakat untuk berjuang melalui partai politik yang jelas dan tegas plaformnya memperjuangkan kesetaraan tersebut.
“Jangan pernah menitipkan perjuangan kita ke orang lain, karena nyatanya selama ini belum bisa diemban oleh mereka”, tukasnya mengajak.
Kemudian menanggapi adanya dorongan agar jika ada partai baik yang Kristen maupun bernafaskan Kristiani untuk sepakat satu, dua-duanyapun saling terbuka sepanjang memang ada komunikasi yang jelas.
Sedangkan Estafanus Belaati Wasekjen Asosiasi Pendeta Indonesia (API) dalam tanggapannnya, sebelum melangkah menjadi sebuah partai politik Kristen sebaiknya dihitung dengan cermat,
Berapa jumlah umat Kristen yang memiliki hak pilih, jangan sampai membuang-buang waktu mendirikan partai Kristen ternyata dukungannya tidak signifikan. Senada dengan Belaati, Sahat Sinurat sekjen GAMKI dan mantan Ketua Umum GMKI ini juga menyorot yang sama, apalagi 80 persen masyarakat Kristen sudah tergabung di partai nasionalis.
Namun kalaupun memang partai Kristen ada perlu dibuat strategi seperti keadilan sosial, hukum dan sebagainya. Apalagi bicara kesejahteraan banyak dari wilayah Kristen yang tertinggal inilah yang perlu diangkat dan diperjuangkan partai Kristen ini.
Tambah Sahat munculnya partai ini harus juga komunikasi dengan ormas-ormas Kristen yang ada, agar mendapatkan masukan serta ada proses kaderisasi berjalan.
Mawardin Zega sekjend MUKI kalau memang akan ada partai Kristen, sebaiknya terbuka, apalagi ada dua atau tiga partai yang akan tampil. Dengan keterbukaan tersebut umat dapat menentukan partai mana yang memang patut didukung dan mana yang tidak.
“Saya bersyukur ternyata ketiga partai yang akan muncul itu semuanya tergabung di MUKI”, terangnya tersenyum.
Sementara narasumber satu-satunya perempuan Adolfina Koamesakh wakil sekjen PIKI Sumatera Utara, mendukung penuh hadirnya partai Kristen, namun demikian partai Kristen harus mampu mengidentifikasi unsurt-unsur yang membahayakan yaitu egosentris kelompok sektoral dan partikularisme.
Partai Kristen perlu ideology yang kuat untuk dinyatakan dalam platform parpol. Komunikasi menjadi penting agar platform ini tersampaikan.
Tentang pentingnya partai Kristen juga disuarakan Izak Hikoyabi dari Papua, prinsipnya segera bentuk dan dirikan dan dirinya siap untuk menjadi sekjen untuk Papua.
Mengenai perhitungan ataupun penelitian tentang seberapa dibutuhkan partai Kristen dan juga membuat secara terbuka ketiga partai, UKI siap melakukan itu, tinggal bagaimana ketiga partai itu memberikan visi misi dan sejauhmana ideology perjuangannya ke depan.
Sehingga dari penelitian ini akan menjadi referensi bagi umat Kristen itu sendiri, tukas FX Gian Tue Mali Kaprodi ilmu politik UKI ini.
Geliat dan kemauan membangun partai Kristen ataupun bernafaskan Kristen memang masih pro dan kontra, namun terlepas dari itu semua, mengenai peluang tetap terbuka.
Pertanyaannya sekarang sejauhmana partai Kristen itu mampu mengemas dirinya sebagai partai yang mengedepankan moralitas dan mau belajar kekurangan partai Kristen masa lalu.
Tak kalah pentingnyapartai Kristen juga harus mempertegas adanya pandangan sebagaian umat bahwa kehadiran Partai Kristen sudah selesai alias tak perlu lagi karena sudah fusi dengan PDI.
Sementara PDI hasil Fusi di Era Orde Baru sendiri sudah tidak ada sekarang, belum lagi era reformasi memberikan peluang terbuka berdirinya sebuah partai yang dikenal dengan sistem multi partai, hal ini diungkapkan Sahat Sinurat figur muda pilihan PEWARNA ini, tuntas.