Karo, t3lusur.com-Perayaan Jumat Agung dan Paskah nanti ada sesuatu yang berbeda, di mana biasanya umat merayakan Jumat Agung dan Paskah dengan tatap muka di sebuah pertemuan raya gereja, namun bencana Covid 19 rasanya memisahkan semua itu dan tak bisa duduk bersama, karena adanya kebijakan pemerintah agar stay di rumah dan tidak boleh berkumpul.
Menanggapi kondisi ibadah saat ini Pdt. Dr. Ir. Anton Tarigan, MBA., M.T sekrterais II Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII), ketika di hubungi melalui sambungan telepon Jumat 10/04/20, dari Berastagi Sumatera Utara.
“Bukan kebetulan bahwa tahun ini kita harus merayakan Paskah dan Jumat Agung dan Kebangkitan dalam situasi seperti sekarang. Di mana kita tidak bisa beribadah seperti biasa, mengalami perjumpaan face to face dengan jemaat. Tetapi saya kira ini bagian daripada cara Tuhan untuk kita bisa memaknai Paskah itu dengan dimensi yang lain”, tandas gembala jemaat Gereja Bethany Berastagi ini mengawali bincang sore itu..
Lebih lanjut Anton mengamati dan mencermati serta memaknai Jumat Agung dan Kebangkitan Tuhan Yesus ataupun Paskah tahun ini dengan empat hal, tandasnya.
Pertama,salib Kristus mengajarkan tentang level yang baru daripada sebuah pengampunan. Sebuah konsep pengampunan yang dunia tidak kenal. Yesus sedang ajarkan suatu level pengampunan kepada dunia ini, supaya memahaminya.
Ketika Dia diolok-olok, ketika Dia ditangkap di Taman Getsemani dan muridnya memotong kuping Malkhus, Tuhan Yesus berkata, ‘Sarungkan Pedangmu’. Begitu juga ketika orang sudah siap untuk menghujamkan tombak ke lambung-Nya.
Dia berseru kepada Bapa, ‘Bapa ampuni mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat’. Itu pulalah yang harusnya diajarkan. Jadi, standar pengampunan yang diberikan dunia ini jauh daripada standar yang Yesus minta.
Nah zaman sekarang ini, hari-hari ini, kita melihat ada begitu banyak orang yang saling menyalahkan dalam situasi ini. Itu tidak membuat suasana menjadi lebih mudah, terangnya menyanyangkan. Ada banyak orang menunjuk-nunjuk kesalahan orang lain, termasuk kesalahan pemerintah. Ada pula ada banyak hamba-hamba Tuhan saling menunjuk-nunjuk satu dengan yang lain.
“Saya kira Paskah ini mengajak kita semuanya untuk melihat standar pengampunan yang Kristus berikan. Bahkan Dia berkata, ‘Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan, hendaknya engkau kalahkanlah kejahatan dengan dengan kebaikan’, Chairman of Movement Day untuk Indonesia ini.
Anthon mengajak agar masing-masing pihak tahu dimana tempatnya, kalau seorang pendeta harusnya lebih banyak berdoa dan bersimpuh di kaki salib, agar situasi ini cepat pulih, artinya pendeta jangan berbicara tentang kesehatan tetapi seorang dokter juga sebaliknya jangan berbicara masalah iman dan doa. Masing-masing sesuai porsinya saja. Sehingga tidak menimbulkan polemik diantara pihak yang sebetulnya kurang kompeten berbicara masalah pandemi covid 19 ini.’.
Kemudian yang kedua, yang saya maknai, itu berbicara tentang Salib Kristus yang membawa umat manusia kepada level yang baru daripada sebuah kesetiaan. Dia itu di Taman Getsemani berdoa, ‘Bapa kalau sekiranya cawan ini bisa berlalu daripada-Ku, tetapi bukan kehendak-Ku yang jadi melainkan kehendak-Mu’.
Dalam injil Matius, mencatat, bahwa waktu di mana Dia ketakutan, Dia benar-benar mengalami kengerian yang luar biasa dalam hidup-Nya. Dia berdoa seperti itu. Tetapi Dia berkata, bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu.
Ini berbicara mengenai sebuah kesetiaan. Dalam Filipi di pasalnya yang ke-2, di ayatnya yang ke-8, juga dikisahkan bagaimana Kristus berkata bahwa Dia tidak mau menganggap kesetaraan dengan Bapa. Tetapi Dia mau melakukan misi Allah, misi penyelamatan, sampai menuntaskannya di Kayu Salib. Ini adalah sebuah gambaran kesetiaan.
Dan kalau sekiranya mau belajar, dan dunia harus belajar dari kesetiaan yang Kristus tunjukkan. Jika keluarga-keluarga yang setia satu dengan yang lain, maka keluarga-keluarga Kristen akan berkontribusi kepada menurunnya angka perceraian.
Pun demikian anak-anak Tuhan yang setia satu dengan yang lain di dalam profesinya, pekerjaannya, maka anak-anak Tuhan tidak akan membuat perusahaan-perusahaan di mana mereka bekerja menjadi bangkrut. Tetapi kehadiran mereka menjadi berkat, membuat di mana mereka bekerja itu berhasil seperti yang Yusuf contohkan.
Kalau anak-anak Tuhan setia di tempat kerjanya, maka dia akan menjadi berkat di sana. Pemimpin-pemimpin bangsa ini, kalaulah mereka setia dengan sumpah jabatannya maka kesejahteraan akan menghampiri bangsa ini.
Kesetiaan Yesus Kristus itu adalah kesetiaan yang tidak bersyarat. Kesetiaan-Nya itu bukan dipengaruhi oleh kondisi, tetapi kesetiaan itu berbicara tentang komitmen.
Nah itu yang Yesus Kristus tunjukkan. Dia sudah berkomitmen Dia akan menjadi Anak Domba Allah, domba sembelihan yang mati dengan cara disalibkan. Tidak ada cara yang lebih buruk untuk mati, untuk dibunuh, melebihi cara disalibkan.
Dan itu Dia berkomitmen, setia melakukannya. Dunia ini penuh dengan pengkhianat-pengkhianat, di mana-mana kita bisa menemukan pengkhianat-pengkhianat. Oleh sebab itu dunia ini perlu belajar dari Salib Kristus tentang kesetiaan.
Selanjutnya, tentang salib Kristus itu mengajarkan level kasih kepada kita. Level kasih yang Kristus perkenalkan itu bukan sebuah kasih yang dibungkus dengan kain yang indah, bukan dengan gulungan kertas berwarna merah jingga, tetapi level kasih yang di dalamnya ada paku, di dalamnya ada kayu, di dalamnya ada ikatan-ikatan. Itu kasih yang Kristus tunjukkan.
Artinya apa? Kasih yang berdarah-darah, bahwa Dia rela sekalipun dengan berdarah-darah asal tetap bisa memberikan kasih. Dunia juga terbiasa dengan kasih kalau dia (kasih) tumbuh. Dan hari-hari ini kita perlu kasih yang seperti Kristus, kasih yang didasari, kasih yang dimodali oleh paku, darah. Artinya yang berkorban. Tidak ada kasih yang lebih besar selain daripada kasih seseorang yang memberikan nyawanya bagi saudara-saudaranya (Yohanes 15:13).
terakhir yang keempat baginya, Jumat Agung kali ini, Paskah kali ini berbicara tentang Salib Kristus yang mengubahkan cara hidup kita sebagai manusia. Salib Kristus itu mengubahkan cara hidup.
“Sejak Dia mati di Kayu Salib kita diperdamaikan dengan Tuhan. Kita tidak lagi digelisahkan oleh dosa. Sekarang kita bisa memanggil Dia ‘Abba, Bapa’. Kita menjadi Anak Allah”, bebernya.
Jadi kalau sudah menjadi Anak Allah, mestinya harus hidup sebagaimana mestinya Anak Allah. Jangan hidup sebagai anak dunia, yang hanya mengejar harta kekayaan, jabatan dan sebagainya.
Tetapi kita harus merefleksikan hidup sebagaimana mestinya representasi dari pada Allah. Kalau sebagai Anak Allah maka semestinya ada pada kita adalah ‘gen Ilahi’, bagai karakter Kristus yang dipancarkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Itulah pesan dari pada Jumat Agung. Jadi empat poin itu yang saya tangkap untuk kita renungkan. Dan bukan hanya bagi kita sebagai orang percaya, dunia perlu belajar dari salib mengenai pengampunan, mengenai kesetiaan, mengenai kasih, mengenai cara hidup yang baru.
Thankyou Ps. GBU ?