Semarang, t3lusur.com-Tekanan dari tokoh nasional semisal mantan wapres Jusuf Kalla dan badan dunia WHO agar Presiden Jokowi menerapkan kebijakan lockdown demi menekan penyebaran virus corona. Apakah wacana ini akan dilakukan mungkin, lockdown secara lokal sangat mungkin dilakukan bertahap. .
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pendeta Indonesia (API), Pdt Dr. Tjahjadi Nugroho, turut angkat bicara soal bencana yang tengah dihadapi bangsa, saat ini.
“Bicara tentang Corona berarti berbicara mengenai pandemi dunia. Apa virus tersebut adalah hasil rekayasa atau mutasi karena kerusakan alam, tetapi semua itu jelas akibat perbuatan manusia,” jelasnya mengawali perbincangan, Minggu (29/03/2020).
Dirinya melihat pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang faktor sosio-geografi dan politik dalam negeri jika ingin menempuh langkah lockdown. Menurutnya jika berkaca kepada kebijakan lockdown yang diberlakukan di beberapa negara, belum tentu kebijakan lockdown tersebut sesuai dengan keadaan Indonesia. Kondisi perpolitikan dan tata pemerintahan setiap negara turut menentukan efektif atau tidaknya pembelakukan kebijakan lockdown.
“Menyikapi dilakukan lockdown atau tidak, itu begini, bahwa setiap bangsa atau negara itu berbeda. Memang kalau di China dengan sistem organisasi pemerintah yang solid bisa melakukan tindakan lockdown. Tetapi ada beberapa negara seperti Italia, Spanyol dan Perancis, atau India yang tidak efektif.
Justru yang terjadi virus tetap merajalela dan ada potensi kekacauan sosial. Dalam pemerintahan sistem demokrasi liberal, tindakan lockdown berpotensi mengakibatkan rush baik terhadap bahan makanan, kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan perbankan yang akan merugikan rakyat dan merusak stabilitas sosial” ujar Tjahjadi Nugroho yang merupakan mantan Ketua Umum API ini.
Nugroho lalu meminta pemerintah memperhatikan potensi kegagalan penanganan secara nasional dari apa yang terjadi di Amerika Serikat karena tarik ulurnya pemerintah pusat dan pemerintah negara bagian dalam menangani virus Corona. Menurutnya kebijakan yang diambil negara tersebut tidak satu komando.
”Lalu Indonesia sendiri bagaimana, apakah bisa satu komando?” tanya tokoh yang memiliki hubungan dekat dengan mendiang Presiden Republik Indonesia, K. H. Abdurrahman Wahid ini.
Bicara Indonesia, menurutnya telah lama nusantara menjadi salah satu pusat perhatian dunia, terlebih sejumlah pihak yang ingin mencerai-beraikan dan meremukkan bangsa ini. Semua itu sangat beralasan, tambah Nugroho, karena keberadaan kebangsaan Indonesia yang kuat, akan dianggap saingan potensial dan merugikan kekuatan global. Sebagai contoh, adanya kebijakan mengakuisisi Freeport dan pertambangan untuk kepentingan nasional, dan berbagai kebijakan nasional lainnya.
“Kondisi inilah yang jelas membuat negara adidaya atau kepentingan kapital multinasional tidak setuju. Disamping itu Indonesia sebagai negara besar akan menjadi sasaran. Sayangnya pemerintahan Presiden Jokowi yang bagus ini, belum terlalu tangguh,” tandas gembala Gereja Jemaat Allah Global Indonesia, ini.
Nugroho memandang, pemerintahan saat ini memiliki banyak tantangan. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepuluan, tidak berbentuk kontinental, menjadi bagian yang mesti mendapat perhatian penyelenggara negara.
Faktor lain yang mesti turut dipertimbangkan adalah perekonomian Indonesia sebagai negara agraris, di mana petani dan nelayan sebagai basis ekonomi rakyat berpotensi mendapat tekanan ekonomi yang besar jika ada lockdown. Belum lagi penanganan distribusi logistik dan krisis pada masyarakat miskin perkotaan jika ada lockdown.
Padahal pemerintah berada pada peta perpolitikan Indonesia, dimana tidak ada kekuatan politik yang dominan.
“Pertarungan antara kekuatan yang berbaju radikalisme agama dengan kekuatan yang berbaju kebangsaan masih terus terjadi. Semua tak terlepas dari pengaruh politik global.
Kaum radikal ini sangat mungkin dipengaruhi kekuatan transnasional, dan kekuatan tersebut sangat berkepentingan dengan merebut panggung politik Indonesia. Situasi ini sangat memungkinkan dijadikan panggung kalau lockdown menjadi kerusuhan sosial,” paparnya.
Namun dari sejumlah faktor di atas Tjahjadi Nugroho menyimpulkan tugas berat yang harus dilakukan pemerintah jika benar lockdown diberlakukan adalah kemampuan dalam menata distribusi bahan pangan dan kebutuhan pokok bagi rakyat Indonesia yang jumlahnya tak sedikit. Menurutnya sangat berat jika Indonesia benar-benar harus di-lockdown, terlebih jika melihat betapa luasnya wilayah lautan Indonesia.
Tjahjadi juga melihat, dampak yang lebih besar dari penyebaran virus Corona itu sendiri adalah potensi terjadinya social chaos yang mungkin diikuti kekacauan politik. Dia mengungkapkan, hal itu disaksikannya sendiri, bagaimana belum lockdown saja, kios-kios sentra pertanian sepi pembeli, padahal petani tetap harus menjual produknya untuk memenuhi kebutuhan, bahkan membayar hutang-hutang.
“Di desa produk pertanian tidak ada yang membeli, di kota harga-harga kebutuhan pokok melonjak, distribusi menjadi kacau. Kalau ini terjadi sedikit lebih lama lagi akan terjadi kebangkrutan massal. Dan itu lebih berbahaya dari wabah Coronanya sendiri,” tegasTjahjadi.
Tanpa bermaksud tidak menghargai nyawa manusia, Tjahjadi Nugroho meminta agar ada sebuah kalkulasi sosial yang menyeluruh. Bicara kemungkinan paling buruk, jika korban Corona terus meningkat maka masih lebih bahaya korban nyawa manusia jika terjadi kerusuhan sosial dan politik akibat kelaparan dan kebangkrutan massal. Untuk itu dirinya meminta pemerintah bisa mempertimbangkan secara matang agar kebijakan yang diambil nantinya telah memperhitungkan semua resiko dan akibat.
Di tengah kondisi yang memprihatinkan seperti saat ini Nugroho menyerukan langkah “Save NKRI”. “Usulan saya sebetulnya sudah ada beberapa pejabat tinggi yang merespon. Persoalannya dengan pembatasan pergerakan sosial dan kondisi saat ini tak memungkinkan, jadi belum bisa bertemu langsung,” paparnya serius.
Adapun inti dari masukan yang akan diberikan adalah bagaimana pemerintah mengalokasikan dana yang cukup dan sistem distribusi yang kuat, juga mendorong solidaritas sosial di mana orang-orang kaya dan super kaya di Indonesia mau menolong menyelamatkan petani dan nelayan, serta sektor ekonomi kecil, dengan tetap membeli produk-produk mereka dengan harga yang wajar, lalu turut mendistribusikan ke perkotaan juga dengan harga yang wajar. Sehingga perdesaan selamat dari kebangkrutan dan perkotaan selamat dari krisis kebutuhan sehari-hari.
Kembali pada virus corona, Tjahjadi Nugroho kemudian mengutip data yang dipaparkan oleh para ahli kesehatan yang menjelaskan bahwa orang muda yang sehat dan baik imunitasnya tidak mudah terkena dampak virus corona. Selain itu, tingkat kesembuhan dari virus Corona ini juga semakin menjanjikan, sehingga pasti akan membaik di waktu mendatang. Yang harus lebih dijaga adalah sejauh ini potensi korban fatal kebanyakan datang dari kelompok orang yang sudah lanjut usia,atau sudah memiliki riwayat gangguan kesehatan sebelumnya. Sehingga tetap dibutuhkan solidaritas sosial untuk melindungi kaum lanjut usia dan mereka yang rentan resiko fatal virus Corona.
“Sekali lagi dalam menghadapi situasi ini hanya solidaritas dan disiplin sosial yang kuat di antara sesama anak bangsa dan pemerintah yang akan membuat Indonesia kokoh melawan efek kesehatan, sosial, ekonomi dan politik dari Corona. Mari kita sama-sama menyerukan Nusantara bangkit bersatu!,” sambung Nugroho di akhir perbincangan.